Senin 14 Oct 2019 12:12 WIB

Kitab Al-Muwaththa', Kitab Dasar Hadis Pertama

Kitab dasar itu menjadi landasan dalam penulisan kitab hadis selanjutnya.

Rep: Islam Digest Republika/ Red: Agung Sasongko
Hadist (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Hadist (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menyoal posisi al-Muwaththa’ sebagai deretan kitab referensi hadis, para ulama berselisih pandang. Terdapat pendapat yang menyatakan nilai al-Muwaththa’ berada di atas level kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Pendapat ini diutarakan oleh Abu Bakar Ibn al-Arabi. Menurut dia, al-Muwaththa’ adalah kitab dasar hadis pertama yang disusul kemudian kitab Shahih Bukhari.

Dalam perspektif Ibnu al-Arabi, kedua kitab dasar itu menjadi landasan dalam penulisan kitab hadis selanjutnya. Seperti Shahih Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya. Pendapat ini nyaris diperkuat oleh imam Syafii yang mengatakan tak ada kitab apa pun setelah Alquran yang lebih akurat dari Al-Muwaththa’ karangan Malik.

Baca Juga

Pendapat ini menurut Jalaluddin as-Suyuthi tidak seratus persen salah. Sebab, memang pernyataan as-Syafii tersebut ada sebelum kitab-kitab hadis sekaliber Shahih Bukhari muncul.

Sementara itu, menurut ad-Dahlawi, al-Muwaththa’ berada dalam satu level dan sejajar dengan dua kitab Shahih, yaitu Bukhari dan Muslim, sekalipun dalam al-Muwaththa’ terdapat hadis-hadis mursal ataupun maukuf.

Pendapat ini diperkuat oleh Ahmad Syakir. Menurut dia, kendati al-Muwaththa’ memuat hadis-hadis mursal, tetapi keberadaannya tetap tak mengurangi nilai dan kualitas karya Imam Malik tersebut.

Sebagaimana kitab hadis lainnya yang tak luput dari hadis-hadis mursal ataupun maukuf. Apalagi, kitab al-Muwaththa’ sendiri secara jelas tak hanya memuat riwayat orang lain, tetapi juga pendapat pribadi sang penulis.

Oleh karena itu, jelas al-Hafidz Shalah ad-Din al-Alai, status perawi yang dinukil oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’ cukup beragam. Jika dijumlah, rawi rijal (kuat hafalan) yang dirujuk dan disebutkan secara jelas oleh Imam Malik dalam kitab ini sebanyak 95 periwayat laki-laki.

Sedangkan jumlah sahabat yang menjadi perawi utama (rawi al-a’la) berjumlah 85 sahabat. Terdapat juga para shahabiyah para ahli hadis dari kalangan sahabat perempuan. Meski tak sebanyak perawi laki-laki, jumlahnya relatif banyak. Tak kurang dari 23 sahabat perempuan.

Sedangkan perawi dari kalangan tabiin berjumlah 48 laki-laki. Keseluruhannya berasal dari Madinah, kecuali sejumlah perawi, seperti Abu Zubair, Hamid ath-Thawil, ‘Atha’ bin Abdullah, Abdul Karim, dan Ibrahim bin Abi Ablah. Secara berurutan, kelima nama tersebut berasal dari Makkah, Bashrah, Khurasan, Jazirah, dan Damaskus. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement