Kamis 03 Oct 2019 10:12 WIB

Sejarah Legislasi Hukum Islam Melalui Tarikh Tasyri

Inilah sepenggal sejarah lebislasi hukum Islam.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Subarkah
Salah satu kegiatan keseharian budaya Arab
Foto:

Pasal kedua Fikih Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Pada pasal kedua ini Syekh Manna menerangkan tentang pemahaman terhadap ilmu yang ditangkap panca indra atau pengetahuan. Menurutnya setiap pemahaman terhadap sesuatu dinamakan dengan fiqih dan kemudian nama ini dikhususkan untuk menyebut suatu ilmu syariat.

Menurutnya, setiap orang yang paham akan perkara yang halal dan yang haram dinamakan sebagai faqih. Jika makna fikih pada dasarnya adalah mengetahui sesuatu dan memahaminya, maka secara dominan ia diartikan sebagai pengetahuan atas ilmu syariat dikarenakan kekuasaan, kemuliaan, dan keutamaannya di atas segala ilmu. Sehingga istilah ini menjadi tradisi khusus,  di mana tidaklah kata fiqih disebut melainkan maksudnya adalah pemahaman terhadap ilmu agama.

Tidak ada satupun perbuatan atau ucapan manusia yang berubah berupa akad ataupun perilaku lainnya yang masuk kategori ibadah, muamalah, dan pidana melainkan hukumnya telah dijelaskan di dalam syariat Islam, melalui nash-nash Alquran dan Sunnah secara gamblang, ataupun syariat telah memberikan isyarat-isyarat dan dalil-dalil yang mana para mujtahid mengambil kesimpulan hukum darinya.

Kumpulan hukum-hukum tersebut dinamakan dengan fiqih. Pengertian fiqih adalah sekumpulan hukum-hukum syar'I, seputar perbuatan yang disarikan dari dalil-dalilnya yang terperinci. Sementara tema ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf yang ditetapkan dengan hukum syar'i.

Berbicara tentang fiqih Islam dan sejarahnya, adalah berbicara tentang kaidah-kaidah yang mengokohkan tiang-tiang kebangkitan manusia dalam segi hubungan mereka dengan Rabbnya, hubungan mereka dengan generasi berikutnya, dan hubungan umat Islam dengan umat umat selainnya.

Inilah kata Syekh Manna, tiga sisi yang menjadi tegaknya peradaban manusia di dalam Islam. Fiqih adalah neraca yang mengukur sejauh mana kesetiaan umat Islam pada aturan syariat, sekuat apa kekuatan mereka dalam berpegang teguh dengan tali Allah, dan sejauh mana pula mereka membangun kehidupan di atas pondasi pondasinya.

"Syariat Islam bukanlah wacana yang diperdebatkan integritasnya pada segala waktu dan tempat, serta kesetiaannya dalam memenuhi segala kebutuhan manusia pada setiap waktu," katanya.

Pasca meninggalnya Rasulullah menjadi tantangan terberat bagi para sahabat dalam berijtihad. Meski demikian keteguhan sahabat terhadap Alquran dan Sunnah akhirnya para sahabat mampu melanjutkan dakwah Rasulullah setelah berijtihad memilih Abu Bakar menjadi pemimpin umat Islam pasca Rasulullah meninggal.

Selama memerintah Abu Bakar terus menegakkan apa yang telah berjalan pada masa Rasulullah. terutama menjalankan ketentuan zakat di mana ada sebagian kelompok pada masa itu tidak mau mengeluarkan zakat, tetapi tidak meninggalkan salat terhadap hal ini Umar memeranginya dan ini merupakan salah satu Ijtihad Abu Bakar.

Pada saat menjadi khalifah setelah Abu Bakar, Umar juga melakukan trobosan-trobosan dalam menyelesaikan persolan pemerintahan, sosial dan budaya melalui pendekatan agama melalui ijtihad setelah mencari jawabannya di Alquran dan hadist.  Setiap kali Umar menghadapi problem, maka Umar mencari solusi atasnya di dalam Alquran, jika tidak mendapatkannya, maka ia berpindah kepada sunnah Rasulullah, dan ketika tidak mendapatkannya di dalam sunnah Rasulullah maka ia berpindah kepada jejak perjalanan Abu Bakar.

"Dan jika ia masih belum mendapatkannya disana maka ia memanggil para cendekiawan dari kalangan Muhajirin dan Anshar untuk diajak bermusyawarah supaya menemukan solusi atas berbagai problem yang Umar hadapi," kata Syekh Manna

Apa yang dilakukan, Abuk Bakar, Umar juga dilakukam sahabat lainnya seperti Utsmam dan Ali. Hasil Ijtihad Utsman yang dirasakan sampai sekarang adalah telah menghimpun Alquran dengan baik sehingga Alquran bisa dibaca seluruh umat Islam sampai sekarang.

Pada pasal ketiga, Syekh Manna menceritakan tentang kondisin politik pada masa Muawiyah, di mana seluruh wilayah negeri Islam tergabung menjadi satu, yaitu setelah perdamain yang dilukukan oleh Al-Hasan bin Ali yang dijuluki sebagai Amirul Mukminin pada tahun 41 H, dan tahun tersebut dinamakan dengan Am Al-Jammah.

Bergabungnya seluruh wilayah negeri Islam bukan berarti keadaan menjadi stabil dan tenang segala sisinya. Sebab penentangan terhadap Muawiyah dan hukum pemerintahan senantiasa bermunculan. Terkadang penentangan itu datangnya dari kaum Khawarij yang memiliki rasa dendam terhadap Ali, Utsman dan Muawiyah serta mengingkari kebijakan pemimpin duniawi.

"Dari sisi lain datang dari kaum Syiah yang memandang bahwa seharusnya kekhalifan berada ditangan Ali dan keluarganya," kata Syekh Manan.

Syekh Manna mengatakan, pada periode ini kaum muslimin telah terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama Syiah, Khawarij dan Al-Jamaah. Menurutnya merupakan masalah yang pertamakali diperselisihkan oleh kaum muslimin, sehingga dalam hal ini pendapat mereka bercabang. Asas perbedaan dalam fitnah yang terjadi pada zaman Utsman tetapi kembali pada benih pertamanya ketika Rasulullah wafat dan kaum muslimin menyadari pentingnya memikirkan siapa yang akan menggantikannya.

Kaum Anshar bertugas untuk mengadakan perkumpulan di Sqifah Bani Saidah sebelum pemakaman Rasulullah untuk memutuskan perkara ini. Kemudian Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah mendapati mereka berkumpul. Dalam pertemuan tersebut, kaum Anshar berpendapat bahwa pihak mereka dalam mengurus kekhalifahan. Sementara kaum Muhajirin bependapat agar dari kepemimpinan dipegang oleh mereka.

"Pada saat itulah kemudian muncul benih-benih pendapat ketiga yang berpendapat bahwa kepemimpinan dipegang oleh pihak keluarga Rasulullah khususnya Ali, karena kekerabatannya dengan Nabi dan lebih dahulunya masuk Islam. Juga karena jihadnya, keutamannya, serta keilmuannya,” katanya.

Adapun pendapat kaum Anshar, Iya telah padam setelah adanya kepuasan dan kerelaan pada diri mereka. Begitu juga pandangan yang menyatakan bahwa Ali lebih utama untuk menjadikan khalifah daripada selainnya menjadi reda pada era kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, dikarenakan keadilan dan kejujuran yang ada pada diri kedua khalifah tersebut, serta jauhnya mereka dari sifat-sifat fanatisme.  Pada masa kekhalifahan Utsman, Utsman meminta bantuan dari bani Umayyah hal tersebut ternyata menimbulkan sikap fanatik pada diri orang yang condong kepada Ali.

Dengan terbunuhnya Utsman kemudian pelantikan Ali, pandangan yang menyatakan bahwa Ali adalah lebih berhak untuk menjadi khalifah akhirnya terealisasikan. Namun, perselisihan yang terus menyala antara Ali dan Muawiyah yang kemudian berlanjut dengan peristiwa tahkim dan yang berakhir dengan penguasaan Muawiyah mengakibatkan terbaginya muslim menjadi tiga kelompok (Syiah, Khawarij dan Al Jamaah).

Keburukan yang timbul akibat terbaginya kaum muslimin kepada Syiah, Khawarij dan Al jamaah tidak hanya menimbulkan kerusakan material pada kehidupan mereka. Namun, muncul pula perkara lain yang berbahaya tidak kalah dahsyatnya dari yang sebelumnya, yaitu perbedaan kaum muslimin dalam pendapat mereka dan perpecahan dalam agama mereka. Pada akhirnya sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lainnya, berburuk sangka kepada saudaranya. Bahkan terkadang kehidupan mereka berdiri di atas pedang yang terwujud pada pemberontakan yang terus-menerus terjadi. Bani Umayyah menghadapi gejolak tersebut dengan kekerasan dan sikap sewenang-wenang sehingga kekuatan tangan menjadi asas dalam menentukan hukum pada beberapa periode.

 

Bahkan setiap kelompok dari tiga kelompok tersebut memiliki pemahaman tersendiri mengenai dasar-dasar agama serta cabang-cabangnya. Sudah Selayaknya kita memperdalam pembahasan mengenai dua kelompok yaitu Khawarij dan Syiah, sebab keduanya memiliki beberapa pemikiran yang merusak kehidupan akal kaum muslimin serta mempengaruhi Fiqih Islam dengan pengaruh yang sangat besar.

 

Khawarij merupakan salah satu golongan dalam Islam yang sangat keras dalam membela ideologi mereka semangat dalam menyebarkan pemikiran mereka, berlebihan dalam beribadah, dan pengorbanan dalam memperjuangkan akidahnya. Keikhlasan mereka dalam membela kebatilan yang mereka jalani merupakan keikhlasan yang tiada bandingnya. Mayoritas mereka berasal dari kaum Arab asli yang terbiasa dengan kekerasan dan kehidupan yang sempit. Mereka ekstrim dalam memegang pemikiran mereka yang sesat, membantah lawan debat mereka dengan penjelasan yang gamblang dan lisan fasih, serta memberlakukan mereka dengan kekerasan dan kekasaran.

 

Khwarij berbangga bahwa Ali telah salah dalam menetapkan hukum sebab keputusan tersebut mengandung keraguan antara kedua kubu yang sedang berperang, siapa di antara mereka yang berada dalam kebenaran? Perkara ini bukan seperti mereka pikirkan, sebab mereka berperang dan meyakini bahwa kebenaran berada di sisi mereka. Khawarij mengatakan tidak ada hukum yang layak diikuti kecuali hukum Allah kalimat ini ditakwilkan kepada orang yang menganut pendapat ini dan kalimat itu pun menjadi semboyan mereka.

Mereka meminta kepada Ali agar menetapkan bahwa dirinya telah melakukan sebuah kesalahan bahkan sebuah ke kekufuran, dikarenakan ia telah menerima seruan tahkim dan membatalkan syarat-syarat yang telah Ia setuju dengan Muawiyah. Namun Ali menolaknya sebab Ia sama sekali tidak pernah menyekutukan Allah semenjak ia beriman, dan bagaimana mungkin ia membatalkan kesepakatan yang telah Ia setujui.

Mereka pun meneruskan kekerasan mereka terhadap Ali dan mengganggunya.

Bahkan ketika Ali sedang berpidato di masjid mereka memotongnya dengan mengatakan “Tidak ada hukuman yang layak diikuti kecuali hukum Allah.” Tatkala mereka putus asa bahwa Ali tidak akan mengikuti pendapat mereka, mereka berkumpul di rumah salah seorang dari mereka juru bicara merekapun berpidato dan mengatakan.

“Amma badu sesungguhnya tidak pantas bagi kaum yang beriman kepada Arrahman dan bersandarkan kepada hukum Alquran untuk menjadikan dunia ini sebagai sesuatu yang lebih mereka utamakan daripada menyeru kepada kebaikan, mencegah kejahatan, dan mengatakan yang benar, walaupun mereka harus tersakiti dan terlukai. Sebab barangsiapa yang tersakiti dan terlukai di dunia ini sesungguhnya ganjarannya pada hari kiamat adalah keridhaan Allah, serta kekekalan di dalam surga nya. Oleh sebab itu, mari kita keluar bersama saudara-saudara kita dari negeri ini yang penduduknya zalim menuju ke sebagian kota-kota kecil di pegunungan atau sebagian kota di sini untuk mengingkari kebid'ahan kebid'ahan yang menyesatkan ini.

Kemudian mereka keluar menuju desa di dekat Kufah yang bernama harura, ketika itu mereka dinamakan dengan AL-Haruriyah yang merupakan penisbahan kepada desa ini, mereka juga dinamakan dengan AL-Muhakkimah, sebab mereka mengatakan tidak ada hukum yang layak diikuti kecuali hukum Allah, dan mereka mengangkat seorang laki-laki sebagai pemimpin bagi mereka yang bernama Abdullah bin Wahb Al-Rasibi.

Adapun penamaan mereka dengan Kawarij adalah karena mereka berselisih paham dengan Ali dan para sahabatnya sebagian mereka menjadikan kata tersebut sebagai pecahan dari kata Khuruj keluar dijalan Allah yang diambil dari firman Allah Surah An Nisa ayat 100.


"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan rasulnya kemudian kematian menghampirinya sebelum sampai ke tempat yang dituju maka sesungguhnya telah tercatat pahala di sisi Allah"

Juga dinamakan dengan Surah yaitu yang menjual dirinya untuk Allah. Kata ini diambil dari firman Allah surat Al Baqarah ayat 207.

"Di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah".

Ali telah memerangi dan mengalahkan mereka, banyak dari mereka yang terbunuh pada peristiwa perang Nahrawan. Akhirnya mereka menghentikan penyerangan mereka terhadap Ali dan membuat tipu daya untuk menghadapinya, hingga mereka menyusun konspirasi untuk membunuhnya dan akhirnya ia berhasil dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam Al-Khawarij.

Akhirnya Khawarij pun menjadi duri penghalang dari dinasti Umawiyah, mereka memberikan ancaman baginya dan memeranginya dengan sikap keberanian dan kegagahan. Sehingga mereka mengakibatkan kerugian yang dahsyat berkat peperangan yang terus menerus berlangsung dan mereka terbagi menjadi dua bagian.

Pertama mereka yang berada di Irak dan sekitarnya. Markas terpenting yang mereka miliki berada di Al Bathaih yang dekat dengan kota Al-Basharah. Mereka berhasil menguasai kota Kirman (kota di Iran), dan negeri Persia Iran dan mengancam kota Al-Basharah untuk ditaklukan. Mereka adalah kelompok yang diperangi oleh AL-Muhammad bin Abi Shafrah. Di antara petinggi mereka yang terkemuka adalah Nafi bin Al-Azraq dan Quthari bin Al-Fujaah.

Kedua mereka yang berada di semenanjung Arab. Mereka berhasil menguasai kota Yamamah, Hadramaut dan Ath-Thaif. Di antara pemimpin mereka yang terkenal adalah Abu Thalut dan Najdah bin Amir. Peperangan melawan Khawarij terus berlanjut pada masa pemerintah Umayyah dan kemudian kekuatan mereka melemah pada masa pemerintahan Abbasiyah.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement