REPUBLIKA.CO.ID, -- Tarikh Tasyri merupakan disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan ilmu fiqih maupun usul fiqih. Tarik berarti ketentuan waktu, sebagaimana disebutkan arakha al kitab, arrakhahu, dan arakhahu. Maksudnya adalah waqqatahu yaitu menjelaskan waktunya. Pengertian ilmu Tarikh adalah ilmu yang mempelajari tentang kisah-kisah waktu terjadinya, peristiwa penting yang terjadi padanya, serta pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
Sejarah ilmu mencakup latar belakang munculnya ilmu tersebut, fase-fase perkembangannya, kisah hidup para pembawanya, serta buah pemikiran yang mereka sumbangkan demi tegaknya ilmu tersebut.
Tujuan Penulis Syekh Manna Al-Qaththan menulis Tarikh Tasyri adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum Syariah, yang terjadi pada periode Rasulullah. Tentunya pada periode Rasulullah itu tidak sama atau memungkinkan adanya perbedaan dengan periode-periode setelahnya.
Menurut, Syekh Manna Al-Qaththan ada empat manfaat mempelajari Tarikh Tasyri. Pertama bisa mengetahui latar belakang pembentukan hukum Islam. Dengan mengetahui latar belakangnya, maka tidak akan keliru dalam memahami hukum Islam. Kedua dalam mempelajari perkembangan fiqih atau fatwa berarti mempelajari pemimpin dan ulama yang telah melakukan ijtihad dengan segala kemampuan.
Ketiga mempelajari produk ulama dan ijtihadnya sekaligus konstruktif dalam memahami produk pemikiran dan pola yang dikembangkan. Keempat mempelajari sejarah hukum Islam sehingga paling tidak dapat melahirkan sikap toleran dan dapat mewarisi pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihad dan pengembangan gagasannya.
Tarikh Tasri merupakan buku paling popiler yang ditulis Syekh Manna Khalil Al-Qaththan, ia merupakan seorang ulama terkenal asal Mesir yang konsen terhadap sejarah legislasi hukum Islam. Tentang Tarikh Tasri Syekh Manan membagi penjelasan kedalam lima pasal.
Pasal pertama ia menjelaskan masa penetapan hukum sejak diutusnyan Nabi Muhammad SAW sampai wafatnya tahun 11 Hijriah. Pasal kedua fiqih pada masa Khulafaur Rasyidin, sejak tahun 11 H sampai 40 H. Pasal ketiga masa junior sahabat dan senior tabiin, mulai dari pemerintah Muawiyah hingga awal abad kedua hijriah (139 H-172 H).
Pasal empat para ahli fatwa (mufti) pada periode (197H-279H). Pasal lima studi singkat seputar empat imam dan pokok-pokok mazhab mereka. Semua pasal dijelaskan secara rinci dalam buku Tarikh Tasri setebal 624 halaman.
Pada Pasal pertama, Syekh Manna Khalil Al-Qaththan menceritakan bagaimana pada abad ke-6 Masehi, di mana pada masa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam belum diutus, dunia dipimpin oleh dua negara besar yang letaknya tidak jauh dari jazirah Arab. Dua negara besar ini adalah Persia yang terletak di di sebelah Timur Laut Jazirah Arab dan Romawi posisinya membentang di bagian Utara dan Barat Jazirah Arab.
"Yang masing-masing negara-negara besar tersebut memiliki peradaban yang mencakup ilmu undang-undang dan ideologi yang mereka anut," kata Syekh Manna.
Di Persia, para Khasrau atau raja Persia silih berganti memimpin wilayah yang ada di sekeliling mereka. Mereka membangun peradaban yang mereka namakan dengan peradaban Persia. Negara paling akhir yang memegang tampuk kepemimpinan negara Persia sebelum datangnya Islam adalah negara Sasaniyah.
"Kepemimpinan Sasaniyah bermula pada tahun 226 M, dan berakhir pada tahun 651 M di saat kaum muslimin menguasai mereka," katanya.
Syekh Manna mengatakan orang-orang Persia dikenal sebagai masyarakat yang suka menyembah fenomena natural. Ajaran-ajaran Zoroaster atau orang yang dianggap sebagai nabi oleh orang Persia berdiri atas dasar bahwa ada perbedaan dan perselisihan antara kekuatan-kekuatan yang saling berseberangan seperti cahaya, kegelapan, kesuburan, kegersangan dan seterusnya.
Menurut Zoroaster bahwa di dunia ini ada dua sumber atau tuhan. Pertama tuhan kebaikan dan tuhan keburukan. Kedua tuhan tersebut selalu berada dalam lingkup perselisihan. Masing-masing dari tuhan tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam urusan penciptaan. Sumber atau tuhan kebaikan adalah cahaya. Cahaya inilah yang menciptakan segala sesuatu yang indah, baik dan bermanfaat, seperti penciptaan hewan yang bermanfaat dan burung-burung yang indah. Sementara tuhan keburukan adalah kegelapan yang menciptakan segala keburukan yang ada di dunia, seperti hewan yang buas, ular serangga, dan semisalnya pada ujungnya keselamatan hanya akan diperoleh oleh tuhan kebaikan.
Zoroaster juga berpendapat bahwa manusia memiliki dua kehidupan, yaitu kehidupan pertama di dunia dan kehidupan kedua setelah kematian. Manusia akan memetik hasil sesuai amalan yang mereka kerjakan di dunia. Berdirinya hari kiamat semakin dekat ketika tuhan kebaikan dapat menyalahkan tuhan keburukan.
Orang Persia menjadikan api sebagai simbol tuhan kebaikan. Mereka menghidupkannya di setiap tempat ibadah mereka dan memberikan pembelaan terhadapnya agar lebih kuat dan menang atas tuhan keburukan. Ajaran-ajaran Mani yang menyebar di manawiayah memiliki kesamaan dengan ajaran ajaran Zoroaster. Meskipun di sana ada perbedaan tetapi hanya sedikit.
Namun, sekitar tahun 487 M muncul seorang yang bernama Mazdak di Persia. Iya menyerukan dakwah kesyirikan model baru kepada manusia. Ia berpendapat sebagaimana pendapat Zoroaster mengenai cahaya dan kegelapan. Hanya saja ajaran-ajaran yang ia pegang adalah ajaran sosialisme. Oleh karena itu ia berpandangan bahwa seluruh manusia dilahirkan dengan kondisi dan cara yang sama maka seharusnya mereka hidup dalam kesetaraan terutama dalam urusan harta dan wanita.
"Syahrastani berkata mazdak melarang manusia melakukan penyimpangan saling membenci dan peperangan ketika ia merasa bahwa harta dan wanita menjadi Sebab utama terjadinya penyimpangan dan peperangan maka ia menjadikan wanita dan harta halal bagi siapa saja yang menjadikan seluruh manusia bersekutu dalam menikmatinya sebagaimana mereka bersekutu dalam menggunakan air makanan dan api," kata Syekh Manna.
Pada masa pemerintahan Sasaniyah, Persia memiliki undang-undang yang mengandung hukum purusa seperti pernikahan, hukum kepemilikan, perbudakan, dan sebagian urusan urusan yang bersifat umum. Sementara negara Romawi yang dipimpin oleh Caesar memiliki peradaban yang dibangun atas teori filsafat dan argumen rasional Yunani dan Romawi. Ide-ide Socrates, Plato dan Aristoteles pun turun-temurun diantara mereka. Hukum mereka telah meluas ke wilayah wilayah sekitar laut tengah yang mencakup Syam, Mesir, dan Maroko.
Di mana saat itu keyakinan-keyakinan agama Nasrani dengan berbagai alirannya menyebar di negara-negara tersebut. Orang-orang Nasrani juga mengambil filsafat Yunani guna menjadikannya sebagai alat bantu pada saat berargumentasi dan untuk mengokohkan ajaran-ajaran dihadapan para penyembah berhala.
"Alexandria merupakan tempat bermuaranya penyatuan antara agama dan filsafat. Di sana ada sebuah aliran yang dikenal dengan sebutan Plato baru, yang muncul sekitar tahun 200 M. Agama Nasrani pun mulai menyebar di Mesir, Maroko, Habasyah dan Irak," katanya.