Ahad 28 Apr 2019 17:19 WIB

Bolehkah Percaya pada Kesialan?

Firaun dan pengikutnya pernah menuding Musa sebagai pembawa sial.

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Banyak mitos masih bertebaran tentang pembawa sial. Tak terkecuali di per kotaan. Pembawa sial dipercaya bisa berbentuk beragam hal. Mulai orang, barang, hingga angka tertentu. Misalnya saja, kita masih sering melihat banyak lift di pusat perbelanjaan atau hotel tidak mau menggunakan nomor tertentu untuk penanda lantainya. Si pengelola percaya jika menggunakan angka tersebut akan membawa sial. Karenanya, angka itu pun ditambah dengan huruf untuk mengganti angka yang dianggap mendatangkan kerugian.

Begitu pula dengan penanggalan. Sebagian masyarakat kita masih percaya ada tanggal baik dan tanggal buruk. Tanggal baik akan dipilih untuk waktu penyelenggaraan pernikahan, khitanan, dan acara besar lainnya. Sebalik nya, tanggal buruk akan dijauhi karena khawatir bisa mendatangkan malapetaka bagi acara yang diselenggarakan.

Orang bahkan bisa dicap sebagai pembawa sial. Syahdan, ada seorang wanita yang menikah dengan teman sekerjanya. Setelah berkeluarga, mereka pun kerap mengalami cobaan, seperti bencana, sakit, kerugian, dan kecelakaan. Kejadian buruk itu sudah terjadi sebelum keduanya menikah. Hanya, suami dan keluarganya berprasangka bahwa istri nyalah pembawa sial. Jiwa sang istri pun tertekan karena adanya prasangka tersebut.

Bila ditilik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sial artinya tidak mujur dan segala usa hanya selalu tidak berhasil (seperti sukar mendapat rezeki, sukar mendapat jodoh). Sesuatu yang dianggap membawa ketidakmujuran atau pertanda buruk pun dikatakan sebagai pembawa sial.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement