Selasa 05 Jun 2018 08:15 WIB

Cerdas Membedakan Penting dan Genting

Tidak semua persoalan penting itu genting dan belum tentu semua persoalan genting.

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof H Nasaruddin Umar

Membedakan antara satu urusan yang penting dan yang genting dapat membantu meringankan beban seseorang.Kedua hal ini seharusnya mampu dibedakan oleh pemilik kalbu yang sehat.

Tidak semua persoalan penting itu genting dan belum tentu semua persoalan genting itu penting. Mungkin, memang ada persoalan penting sekaligus genting, tetapi itu jarang terjadi. Membedakan kedua persoalan ini bisa menghemat energi kita. Sebaliknya, tidak mampu membedakan antara yang penting dan yang genting bisa menyedot energi.

Hal-hal yang paling penting, utama, dan berkontribusi terhadap tercapainya misi serta sasaran yang telah ditetapkan disebut penting. Sedangkan, persoalan genting ialah urusan yang amat mendesak untuk ditindaklanjuti, menuntut perhatian segera. Ini boleh jadi tidak langsung berkaitan dengan misi, tetapi menyangkut kredibilitas dan martabat seseorang.

Hal yang lebih banyak kita hadapi ialah urusan penting, bukannya urusan genting. Tapi, faktor subjektivitas juga ikut menentukan suatu urusan disebut penting atau genting.

Ada orang terbiasa menganggap persoalan pentingnya di anggap genting sebagai strategi untuk menyelesaikan persoalan pentingnya. Jika ia tidak menggentingkan persoalan penting, ia khawatir urusan pentingnya tidak terselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan.

Ada juga tipe orang mementingkan yang genting untuk mengurai persoalannya dengan tenang, yang akhirnya, langkah yang diambil mengecewakan. Tapi, paling ideal, bagaimana menganggap persoalan itu penting dan diselesaikan secara normatif, bukannya dengan cara darurat. Pun persoalan genting, diselesaikan dengan terukur agar dapat diselesaikan dengan baik.

Alquran memberikan isyarat agar kita menyelesaikan setiap urusan dan persoalan secara proporsional, rasional, dan terukur.Allah SWT mengingatkan kebiasaan manusia sering tergesa-gesa di dalam mengambil keputusan, "Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak, akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Maka, janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera." (QS al-Anbiya' [21]: 37).

Manusia juga dinilai suka panik dan selalu berkeluh kesah, "Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir." (QS al-Ma'arij [70]: 19).

Manusia diingatkan untuk berdisiplin terhadap waktu sebagai pangkal penyelesaian persoalan penting dan genting, sebagaimana disebutkan di dalam QS al-`Ashr, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." (QS al-`Asr [103]:1-3).

Sebagai manusia kita diingatkan agar betul-betul menghargai waktu. Bahkan, Allah mengingatkannya dengan cara bersumpah demi waktu, sebagaimana ayat di atas.

Ini penting artinya buat kita karena orang-orang yang terbiasa menunda-nunda pekerjaan atau tidak menghargai waktu maka akibatnya, antara lain, visi dan misi hidupnya menjadi tidak jelas, tidak punya skala prioritas dalam urusan, tiba masa tiba akal, sering over loadeddalam pekerjaan hidup, jarang menyelesaikan urusan secara maksimal, sering bersikap reaktif, dan tidak memiliki jiwa besar.

Akibatnya, orang itu sering stres, dibayangi kecemasan, terlihat kelelahan, prestasinya biasa-biasa saja, sering terlihat apatis, lemas, dan frustrasi. Hal-hal seperti ini dilarang di setiap agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement