REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk ketiga kalinya, timnas Mesir akan menjajal peruntungan di Piala Dunia. Setelah terakhir tampil pada Piala Dunia 1990, Mesir akan berjibaku di Rusia dalam Grup A bersama Arab Saudi, Uruguay, dan tuan rumah Rusia. Pertandingan perdana Mesir dijadwalkan berlangsung melawan Uruguay pada 15 Juni di Yekaterinburg. Jadwal yang menjadi dilema bagi tim Firaun karena menjadi saat-saat terakhir pada bulan Ramadhan.
Bagaimana sebenarnya hukum bagi pemain sepak bola profesional untuk berpuasa pada bulan Ramadhan? Apakah wajib atau bisa mendapatkan kompensasi?
Mural Mohamed Salah di Time Square, Manhattan, New York, Kamis (30/5).
Grand Mufti Mesir Shawki Allam sudah memberi pendapat mengenai hal ini. Dia menjelaskan, pemain tim nasional Mesir tidak diwajibkan untuk berpuasa selama bulan Ramadhan 1439 Hijriyah. Terlebih, mereka sedang berkompetisi dalam Piala Dunia melawan Rusia. Menurut Allam, seorang Muslim diperbolehkan untuk menunda puasa mereka hingga kembali.
Allam menambahkan, keringanan untuk berpuasa Ramadhan juga berlaku bagi Muslim yang mempunyai pekerjaan fisik. Terutama, pekerjaan tersebut merupakan penghasilan utama mereka. Mereka juga kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugasnya selama berpuasa. Meski para pemain timnas Mesir mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, Allam menekankan, akan lebih baik jika mereka berpuasa selama mampu. Dia mengaku akan mengeluarkan fatwa tentang kebolehan pemain timnas Mesir tak berpuasa dalam waktu dekat.
Puasa pada bulan Ramadhan menjadi salah satu dari rukun Islam yang lima. Perintah berpuasa secara eksplisit dijelaskan dalam QS al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Infografis yang Membatalkan Puasa
Shaleh al-Fauzan dalam Fiqih Sehari-hari menjelaskan, Rasulullah SAW bersabda, Islam dibangun atas lima perkara. Kemudian, Nabi SAW menyebutkan, salah satunya adalah puasa dalam bulan Ramadhan. Banyak sekali hadis yang menunjukkan kewajiban serta keutamaan puasa bulan Ramadhan. Kaum Muslimin juga telah sepakat bahwa puasa bulan Ramadhan ini adalah wajib. Orang yang mengingkarinya berarti sudah kafir.
Meski demikian, Allah SWT memberi kompensasi kepada orang yang sakit dan para musafir. "Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." (QS al-Baqarah: 185). Selain itu, golongan lain yang tidak diwajibkan berpuasa adalah orang gila, orang kafir, anak kecil, perempuan yang sedang mendapat haid atau menstruasi, wanita hamil, dan wanita menyusui.
Pemain sepak bola profesional dalam hal ini diibaratkan seperti orang yang menjalankan pekerjaan fisik dan berat. Ustaz Ahmad Sarwat dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskan, tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkan tentang keringanan untuk tidak puasa bagi pekerja berat. Alquran cuma menyebutkan orang sakit, musafir, dan orang tidak mampu. Selain itu, hadis menyebutkan larangan orang yang haid atau nifas untuk berpuasa. Untuk perempuan hamil dan menyusui, tak ada dalil eksplisit, tetapi para ulama sepakat mendapatkan keringanan.
Meski tidak ada dalil eksplisit yang mendasarinya, para ulama menyebutkan, dalam kondisi tertentu dan syarat tertentu tidak ada pilihan lain. Mereka bisa saja tidak berpuasa. Para ulama menyandarkan dalam dalil: "Dan, janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS al-Baqarah: 195).
Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama mengutip kitab Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Al Fiqhul Islami wa Adillatuh menjelaskan hukum puasa bagi pekerja berat. Menurut Abu Bakar Al-Ajurri, jika khawatir menjadi bahaya karena puasa, orang yang memiliki pekerjaan berat boleh membatalkan puasanya dan menggantinya pada lain bulan bila melepaskan pekerjaan itu mendatangkan mudarat baginya.
Namun, jika meninggalkan pekerjaan berat itu tidak membuatnya mudarat, ia berdosa karena membatalkan puasa. Namun, jika darurat itu, misalnya, juga takkan hilang karena meninggalkannya, ia tidak berdosa dalam membatalkan puasanya karena uzur.
Az Zuhayli menjelaskan, mayoritas ahli fikih menyatakan wajib sahur dan niat puasa pada malam hari bagi pekerja berat, seperti buruh tani, buruh pembuat roti, pandai besi, dan buruh-buruh tambang. Jika ketika siang ia mengalami haus dan lapar yang mendera, ia boleh membatalkan puasanya dan ia wajib mengqadhanya. Namun, jika darurat benar-benar nyata, ia wajib membatalkan puasanya karena firman Allah ta'ala, "Janganlah kau bunuh dirimu karena sungguh Allah begitu kasih kepadamu." (QS an-Nisa: 29).
Meski cenderung membolehkan pemain sepak bola profesional untuk tidak berpuasa, Bahtsul Masail NU mengingatkan, hukum ini hanya berlaku bagi atlet profesional. Sementara itu, tim-tim sepak bola dan futsal masyarakat yang sekadar menyalurkan hobi atau sekadar berolahraga tidak masuk dalam pertimbangan hukum ini karena mereka tidak berada dalam situasi sulit dan mengikat seperti atlet dan pekerja berat lain.
Meskipun tetap mendapat keringanan untuk membatalkan puasa, ulama menganjurkan mereka yang memiliki uzur, seperti musafir, atlet profesional, atau pekerja berat, untuk berpuasa atau setidaknya niat dan sahur pada malam hari. Hal ini menunjukkan betapa mulianya ibadah puasa Ramadhan.