REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur NTB TGB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) menjadi pembicara dalam kuliah umum bertajuk "Membingkai Indonesia dalam Perspektif Moderasi Pemahaman Alquran dan Hadis" di Aula Anwar Musaddad, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jumat (16/3). Mahasiswa, dosen, hingga masyarakat umum tampak begitu antusias mengikuti sejumlah pemaparan TGB tentang tema tersebut.
Wakil Dekan 1 Fakultas Ushuludin UIN Bandung Mulyana menyebut TGB sebagai seorang intelektual muslim dan ulama yang dihormati lantaran keilmuannya. "Saya tidak akan mengatakan sebagai gubernur karena posisinya hari ini sebagai intelektual muslim, kiai kharismatik, matahari yang terbit dari timur dan menyinari bagian barat dan Jawa Barat," ujar Mulyana.
Mulyana mengajak, para mahasiswa memanfaatkan momentum ini untuk menyerap setiap penjelasan dari TGB yang dikenal sebagai ahli tafsir dan hafiz Alquran.
Dosen UIN Bandung yang juga lulusan Al Azhar Mesir Engkos Kosasih mengatakan kehadiran TGB sudah sangat tepat. Pasalnya, persoalan memahami Alquran dalam perspektif moderasi Islam merupakan hal yang kerap ditanyakan mahasiswa. "(TGB) gubernur fenomenal di NTB dua tahun. Dosen dan mahasiswa sudah sangat rindu dalam memahami Alquran dalam perspektif moderasi," kata Engkos.
Puja-puji yang diutarakan atas keberhasilan TGB mengubah wajah NTB, sontak membuat aula bergetar akan tepuk tangan dari para mahasiswa. Kepada mahasiswa jurusan ilmu Alquran dan Ilmu Hadis di UIN Bandung, TGB menyampaikan, bahwa lulusan ilmu Alquran dan ilmu hadis mampu berkhidmat di mana saja. TGB mencontohkan dirinya yang juga lulusan tafsir hadis di Universitas Al Azhar Mesir bisa menjadi kepala daerah.
TGB menyampaikan, salah satu ciri peradaban yang adaptif dan dinamis apabila berlangsung silaturahmi, gerak ilmu pengetahuan yang terus berkembang, seminar, dan diskusi. "Pada saat aktivitas keilmuan itu berlangsung, maka masih ada tanda peradaban masih hidup," ucap TGB.
Mengenai moderasi Islam, lanjut TGB, ajaran dan nilai keislaman tidak boleh lepas dari pergerakan umat dan bangsa. Tidak ada dikotomi antara keislaman dan kebangsaan lantaran berjalan dalam satu tarikan nafas yang sama. Moderasi Islam atau wasatiyah, kata TGB, memiliki makna pertengahan.
"Manhaj moderasi Islam berkaitan bagaimana menghadirkan Islam dalam kehidupan kita," lanjut TGB.
Para ulama, ucap TGB, memberikan sejumlah ciri moderasi Islam, antara lain memahami realitas dan perbedaan. TGB mengambil contoh Wali Songo yang membawa Islam masuk ke Indonesia dengan cara-cara yang arif dengan merangkul kearifan budaya, dan pemahaman kemanusiaan.
"Ketika Islam datang, wali songo berdakwah, dia datang tidak dengan benturan tapi berusaha menyerap budaya sepanjang tidak menyalahi tuntunan agama," kata Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Cabang Indonesia tersebut.
TGB menilai, penyebaran Islam dari Aceh hingga Papua tak lepas dari peranan pendekatan moderasi Islam. Usai pemaparan, TGB berdialog dengan mahasiswa yang banyak menanyakan soal kesuksesannya membangun wisata halal.