REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam ajaran Islam, penganut agama-agama Ibrahimiyah, seperti Yahudi dan Nasrani dikenal dengan sebutan `ahli kitab'. Dinamakan demikian karena mereka mengakui ajaran nabi-nabi yang membawa kitab suci dari Allah SWT, yaitu Taurat melalui Nabi Musa AS, Zabur melalui Nabi Daud AS, dan Injil melalui Nabi Isa AS.
Istilah ahli kitab banyak disebut di dalam Alquran. Menurut pandangan Islam, para ahli kitab tidak hanya dianggap kafir lantaran mereka tidak menerima kerasulan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kafir dalam arti `men- dustakan Allah'. Meskipun, sebagian dari mereka ada yang meyakini ke esaan Allah SWT dan memegang hu kum- hukum Tuhan se perti Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan sebelum Al quran.
Dalam QS al-Maidah ayat 5 dise- butkan, Allah SWT memberikan beber- apa hak istimewa kepada para ahli kitab. Di antaranya, lelaki Muslim di perbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan ahli kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disem- belih oleh mereka.
Semua hak istimewa tersebut diberikan Allah SWT kepada para ahli kitab karena sistem kepercayaan mereka lebih dekat dengan Islam diband- ingkan orang-orang kafir lainnya. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW juga memberikan kebebasan kepada kalangan ahli kitab untuk menjalankan agama yang mereka yakini.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah orang Yahudi dan Kristen pada zaman sekarang masih ter- masuk golongan ahli kitab? Apakah lelaki Muslim diperbolehkan menikahi perempuan mereka? Menjawab per- tanyaan tersebut, mayoritas ulama ber pendapat, menikah dengan wanita Yahudi atau Kristen itu dibolehkan.
Ibnu Qudamah dalam kitab al- Mugh ni (7/99) menuliskan, tidak ada per bedaan pendapat di kalangan ula ma mengenai kehalalan (menikahi) wanita ahli kitab. Di antara sahabat yang meri- wayatkan hal itu adalah Umar, Utsman, Hudzaifah, Salman, Ja bir, Talhah dan yang lainnya. Ibnu Munzir berkata, tidak ada dari kalang an generasi pertama yang mengha ramkan hal itu.
Ulama asal Arab Saudi, Syekh Ibn Baz rahimahullah, tampak lebih hati- hati dalam mengeluarkan fatwa untuk urusan ini.Menurutnya, jika wanita ahli kitab tersebut mampu menjaga kehor- matan dirinya dan jauh dari jalan kebu- rukan, diperbolehkan menikahinya. Itu disebabkan Allah memang mem- bolehkan hal tersebut.
Akan tetapi, menurut Ibn Baz lagi, menikahi para wanita ahli kitab (Yahudi dan Kristen) pada zaman sekarang ini dikhawatirkan karena bisa membawa berbagai dampak buruk. Sebab, para wanita tersebut justru terkadang meng ajak calon suami Muslimnya kepada agama mereka.
Apalagi bagi anak-anak yang lahir dari pasangan Muslim dan ahli kitab, bahayanya bisa besar sekali. Tindakan yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin adalah tidak menikahi perempuan yang berbeda agama, kata Ibn Baz.