REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di negeri minoritas Muslim, dakwah Islam kerap menghadapi hambatan. Ada saja gagasan dan gerakan politik menjegal perkembangan Islam. Hal itu terjadi di Slovakia. Partai anti-Islam Slovenska Naridna Strana (SNS) mengajukan undang-undang larangan pengesahan agama nasional, kecuali terbukti 50 ribu penganut yang berusia 18 tahun ke atas dan bertempat tinggal tetap di Slovakia.
Partai sayap kanan ini telah memobilisasi dan meloloskan undang-undang itu di parlemen dengan suara mayoritas dua pertiga. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk membatasi agama. Sasaran utamanya adalah agama minoritas, seperti Islam.
Namun, secara mengejutkan Presiden Slovakia Andrej Kiska melakukan langkah kontroversial akhir Desember lalu dengan memveto undang-undang tersebut Menurut Kiska, undang-undang itu tidak tepat diterapkan karena mengganggu hak dan kebebasan yang dijamin konstitusi.
SNS merupakan salah satu dari empat partai koalisi pemerintah yang mendukung pembuatan undang-undang baru. Undang-undang ini diusulkan oleh ketua SNS Andrej Danko usai serangan teroris di Paris Januari 2015. Mereka beralasan undang-undang berfungsi mencegah kedatangan imigran Muslim ke Eropa. Dia juga menyatakan, Slovakia harus melarang pemakaian burqa dan pendirian masjid.
Meskipun tidak terpengaruh secara langsung oleh undang-undang baru, umat Islam akan sulit menjalankan keyakinannya jika peraturan perundang-undangan itu berlaku. Sebab, Islam akan terancam menjadi agama tidak resmi.
Jika undang-undang ini berhasil disahkan dan diterapkan, agama yang terdaftar secara resmi dapat menikmati hak istimewa. Mereka akan membangun tempat ibadah, mengajarkan agama di sekolah, melakukan upacara per nikahan, dan pemakaman sesuai ajaran agama. Selain itu, yang paling penting, mereka mendapatkan dukungan dana dari pemerintah untuk kegiatan publik.