REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan pelik melilit Umar bin al-Khaththab. Istrinya mengetahuinya dan menyarankan Umar sebaiknya melakukan sejumlah hal untuk menyelesaikan masalahnya. Mendengar perkataan istrinya, Umar langsung marah dan berkata, Apa urusanmu? Apa hakmu mencampuri urusanku?
Sang istri tak mau kalah. Aku heran terhadapmu, putra al-Khaththab. Engkau tidak mau dibantah padahal putrimu telah membantah Rasulullah hingga membuatnya marah seharian. Umar memutuskan tak lagi membantah perkataan istrinya. Ia keluar rumah dan melangkahkan kakinya ke rumah putrinya, Hafshah.
Langsung saja ia bertanya kepada Hafshah apakah benar dia membantah Rasulullah sehingga marah seharian. Anak perempuannya itu membenarkan bahwa dia telah membantah Rasul. Tak lama berselang, Umar mengatakan, ia selalu mengkhawatirkan putrinya dari kemarahan Allah SWT dan Rasulullah.
Ia menasihati Hafshah agar tak cemburu pada perempuan yang lebih dicintai Rasulullah, yaitu Aisyah. Nasihat yang sama ia ucapkan kepada Ummu Salamah. Dan Ummu Salamah menimpali, Aku heran terhadapmu, putra al-Khaththab. Apakah kamu ingin mencampuri segala hal sampai urusan rumah tangga Rasul dan istrinya?
Jawaban itu menohoknya. Ia tak bergegas pulang, tapi pergi menemui Muhammad SAW. Ia menguraikan semua yang dikatakan Ummu Salamah. Rasulullah hanya tersenyum mendengarkan apa yang diceritakan Umar. Abd al-Qadir Mansur, guru besar ilmu Alquran, mengatakan, seorang istri tak masalah memberi saran dan berargumen.
Bahkan, melalui bukunya, Buku Pintar Fikih Wanita, Mansur menuturkan, meminta pendapat istri tentang berbagai masalah soal perempuan atau masalah yang melibatkan pengalaman perempuan sangat dianjurkan. Ini dikuatkan oleh Surah al-Syura ayat 38, Sedangkan urusan mereka diputuskan melalui musyawarah di antara mereka.