REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kondisi demikian, segalanya berubah ketika Kristiane berkesempatan mengunjungi Pakistan pada 1992. Di negara tersebut, ia bertugas mewawancarai seorang atlet setempat yang saat itu menjadi favorit anak-anak muda, Imran Khan.
Berbeda dengan narasumber yang biasa ditemuinya, sosok Imran memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang spiritual. Usai berbincang-bincang, Imran menawari Kristiane mendengarkan musik genre sufistik.
Di sinilah Kristiane pertama kali mengenal sisi religius dari dunia seni. Syair-syairnya banyak berkaitan dengan cinta, kerinduan rohani, dan Tuhan.
Salah satu sajak yang menyentuh hati Kristiane, ia masih hafal hingga kini, adalah karya penyair Jalaluddin Rumi, Nyanyian Seruling (The Song of the Reed).
Dengarkan nyanyi resah seruling Bagaimana ia derita karena perpisahan
Sejak aku terenggut dari rumpun bambuku Ratapanku membuat laki-perempuan berduka
Aku mencari hati yang terluka oleh perpisahan Sebab, hanya mereka memahami makna kerinduan
Siapa pun yang terenggut dari anah airnya Merindukan hari pulang
Seruling lambang jiwa, rumpun bambu menandakan Tuhan, Pencipta kita Kita merindukan-Nya, berharap kembali kepada-Nya, Sumber segalanya.
Dari pengalamannya selama di Pakistan, Kristiane mulai belajar mengenal Islam. Ia menemukan bahwa dalam agama ini, semua manusia dipandang setara kecuali dengan amal perbuatannya.
Dalam perspektif Kristiane, Islam mengajarkan bahwa ada tujuan yang lebih mulia daripada kesenangan duniawi. Hal inilah yang begitu menginspirasi Kristiane.
Di sisi lain, Pakistan juga menjadi pengamatannya. Menurut Kristiane, negeri ini menyimpan banyak pesona dan nilai-nilai kehidupan, walaupun kerap kali diwartakan media-media Barat sebagai negara yang terbelakang.