REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pusat Pengumpulan Zakat (PPZ) Malaysia menggunakan langkah proaktif dengan menjemput para wajib zakat sambil mengedukasi soal pemenuhan kewajibannya. Jikapun ada insentif pajak, hal itu bukan yang utama.
Senior GM Zakat Collection Center Federal Teritory Islamic Council PPZ Malaysia, Azrin Dato' Hj. Abdul Manan mengatakan, bagi organisasi pengelola zakat, zakat bukan lagi ditunggu, tapi dijemput. Karena zakat adalah utang para wajib zakat kepada Allah SWT. Zakat terkumpul dapat digunakan umat sehingga umat Islam secara keseluruhan bisa mendapat manfaatnya.
Salah satu faktor kesuksesan PPZ adalah regulasi yang mendukung. Di Malaysia, pembayar zakat diberi kelonggaran pajak. Tapi itu bukan yang utama. Hal utama menumbuhkan kesadaran berzakat adalah edukasi zakat sebagai rukun agama. ''Jadi, bayar zakat bukan karena dilonggarkan pajak. Itu hanya pemanis saja,'' kata Azrin dalam seminar 'Refleksi Zakat Nasional' di Kampus UI, baru-baru ini.
PPZ sendiri hanya fokus pada pengumpulan zakat. Distribusi dijalankan majelis persekutuan dan baitul mal. PPZ, 100 persen milik majelis persekutuan dan didirikan pada 1989. PPZ merupakan lembaga yang dimiliki para ulama. Namun budayanya adalah korporasi sehingga budaya birokrat ditekan.
Pada 1988 saat Malaysia baru hendak mendirikan organisasi pengelola zakat, belum ada model pengumpulan zakat yang dirasa bisa diikuti. Setelah dilakukan kajian, maka buat sendiri lembaga pengumpulan zakat dan langsung menggunakan sistem komputerisasi, sistem pengumpulan zakat (SPZ).
SPZ lalu mulai digunakan PPZ pada 1990. PPZ jadi pusat pengumpulan zakat pertama dunia dan jenis zakatnya pun sudah disepakati oleh para ulama dengan acuannya buku Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat dalam Bahasa Indonesia karena saat itu belum ada terjemahannya dalam Bahasa Melayu.