REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk membangun kemandirian masjid, tidak sedikit pengurus dewan kemakmuran masjid (DKM) yang menyewakan lahannya untuk kegiatan ekonomi. Beberapa masjid bahkan, menyewakan ruangan untuk resepsi nikah, seminar, membuat rumah toko hingga membangun hotel untuk mendulang pundi-pundi demi membiayai kegiatan masjid. Hanya, masih ada pertanyaan di kalangan umat Islam bisakah kegiatan ekonomi berlangsung di area masjid*
Ada beberapa ayat Alquran yang menceritakan tentang pemakmuran masjid. "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS at-Taubah: 18).
Dalam ayat lainnya, Allah SWT berfirman "Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Oleh karena itu, janganlah kamu menyembah seorang pun (di dalamnya) di samping juga (menyembah) Allah." (QS al-Jin: 18).
Ada hadis yang cukup terkenal kemudian dijadikan dasar untuk mengharamkan jual beli di dalam masjid. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Jika kamu melihat orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, 'Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu.'" ( HR at-Tirmidzi, Abu Daud, ad-Darimi, Shahih Ibnu Hibban).
Tak hanya itu, Abu Hurairah RA pun kembali mengisahkan sabda Rasulullah, "(Bagian dari) negeri-negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya, sedangkan (bagian dari) negeri-negeri yang paling dibenci adalah pasar-pasarnya." (HR Muslim).
Hanya, Rasulullah SAW juga tidak mengharamkan kegiatan selain shalat di dalam masjid. Nabi pun pernah memerintahkan agar pernikahan dilakukan di dalam masjid. Dari Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: 'Syiarkanlah pernikahan ini dan laksanakanlah pernikahan di masjid-masjid serta tabuhlah tambur." (HR at-Tirmidzi).
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hukum halal atau haramnya melakukan kegiatan ekonomi di area masjid. Imam Nawawi dalam kitab Syarh an Nawawiy ala Shahih Muslim juz V menjelaskan, berdasarkan hadis dari Rasulullah SAW, yakni "Sesungguhnya masjid-masjid itu dibangun untuk tujuan tertentu. Maksud dari tujuan tertentu adalah zikir, shalat, dan mencari ilmu.
Karena itu, Imam Nawawi menyampaikan, masjid itu dilarang mengerjakan sesuatu yang dijadikan sebagai mata pencarian untuk pribadi. Imam Nawawi pun berpendapat masjid tidak boleh dijadikan untuk aktivitas berdagang. Adapun aktivitas yang memiliki kemanfaatan untuk umat terkait urusan agama, seperti belajar, kebudayaan dan memperbaiki peralatan jihad yang tidak menyebabkan kehinaan masjid, hukumnya tidak terlarang.
Musthafa bin Sa'id bin Abduh ar-Rahibaniy dalam kitab Mathalib Uli an Nuha fi Syarh Ghayat al-Muntaha, juz IV berpendapat, masjid bertingkat yang bagian bawahnya dijadikan saluran air dan kedai-kedai karena membawa kemaslahatan sebagaimana teks dalam riwayat Abu Dawud bisa dibenarkan. Tak hanya itu, sang syekh juga menjelaskan, boleh bagi orang junub atau sesamanya (hadas besar) duduk-duduk di kedai-kedai itu karena tidak dikategorikan sebagai masjid.
Syekh Taqiyyudin kemudian memperkuat pendapat Musthafa bin Said. Menurut dia, bila ada satu area yang masih dalam lingkungan masjid kemudian disewakan untuk tempat tinggal sementara hasil uang sewanya demi kemaslahatan masjid, khususnya membantu untuk urusan imam, jamaah, dan sebagainya. Dia pun berpendapat kegiatan itu dapat dilakukan sebagaimana dinyatakan para mujtahid.
Pendapat ini sesuai dalam hadis tentang pemanfaatan dan memproduktifkan tanah wakaf. "Dari ibnu Umar RA, bahwasanya, 'Umar bin al Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaybar kemudian menemui Rasulullah SAW untuk meminta arahan Rasulullah SAW untuk meminta arahan terkait tanah tersebut. Lalu ia bertanya, wahai Rasulullah, saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar yang saya belum pernah memperoleh harta lain yang lebih bagus dari itu, lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku mengenai tanah tersebut* Rasulullah menjawab: Jika kamu berkehendak, kamu wakafkan dan kamu sedekahkan manfaat/hasilnya.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor (No) 34 tahun 2013 mengungkapkan, ketentuan hukum pemanfaatan area masjid untuk kegiatan sosial yang bernilai ekonomis adalah boleh. Termasuk membangun sarana pertemuan, penyewaan aula untuk resepsi pernikahan, dan membangun sarana ekonomi lainnya yang dipisahkan dari kegiatan ibadah.
Hanya, MUI memberi syarat bahwa kegiatan tersebut tidak dilarang secara syar'i, menjaga kehormatan masjid dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah. Untuk masjid bertingkat yang memiliki lantai bawah untuk disewakan, MUI pun memberi beberapa persyaratan. Di antaranya, bagian masjid yang disewakan bukan secara khusus untuk ibadah. Bagian masjid yang dimaksudkan untuk kegiatan ibadah sudah memadai. Tidak menyulitkan orang masuk ke dalam masjid untuk beribadah. Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di dalam masjid Hasil dari kegiatan ekonomi itu dimanfaatkan untuk keperluan syar'i dan hasil sewanya untuk kemaslahatan masjid. Wallahualam.