Selasa 22 Nov 2016 13:24 WIB

Habib Ali: Alkhairaat Terapkan Toleransi Sejak Dulu

Sejumlah umat Islam mengikuti peringatan Haul Pendiri Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Sejumlah umat Islam mengikuti peringatan Haul Pendiri Alkhairaat di Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Alkhairaat Habib Ali bin Muhammad Aljufri mengatakan, bahwa perguruan Alkhairaat telah menerapkan makna toleransi antar umat beragama sejak dahulu. Habib Ali yang juga ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tengah itu mencontohkan, sejak masa pendiri Alkhairaat, Habib Idrus Bin Salim Aljufri atau dikenal dengan guru tua, sudah ada sekolah-sekolah Alkhairaat yang menggunakan guru non muslim sebagai tenaga pengajar dan murid non muslim bersekolah di madrasah Alkhairaat.

"Ketika mata pelajaran umum, semua siswa baik muslim dan non muslim duduk bersama, tetapi pelajaran keagamaan, anak-anak non muslim belajar dengan guru mereka sesuai dengan agamanya," ungkap Habib Ali di Palu, Selasa (22/11).

Masih di zaman Habib Idrus, kata dia, ada salah seorang guru beragama kristen mengajar pelajaran matematika, namun beliau sudah meninggal, sebagian keluarganya sudah menjadi Muslim. "Alkhairaat memiliki salah satu madrasah di wilayah Kulawi, Kabupaten Sigi. Saat itu, ada salah satu pendeta yang menjadi pengurus sekolah dan membantu untuk mencari dana dalam pembangunan madrasah," ujarnya.

Sekolah itu, kata Habib Ali, dipergunakan untuk anak-anak non-Muslim untuk belajar. Namun, ketika waktu pendidikan agama Islam, mereka keluar dan diajar oleh guru pendidikan agama mereka di tempat lain.

"Ada lagi sekolah Alkhairaat yang jumlah muridnya sebanding antara muslim dan non muslim," ujarnya.

Bagi Habib Ali, pelajaran agama harus diambil ilmunya dari seorang guru karena itu berhubungan dengan pemahaman. Sementara ilmu umum dapat didapatkan dimana saja dengan kecanggihan terknologi saat ini seperti menggunakan internet. "Karena dalam Islam sudah jelas sekali, Lakum Dinukum Waliyadin, untukmu agamamu dan untukku agamaku," ujarnya.

Menurut Habib Ali, disaat semua organisasi berbicara soal toleransi, Yayasan Perguruan Alkhairaat sejah dulu telah menerapkan yang namanya toleransi. "Alhamdulillah, disaat organisasi lain masih berbicara soal toleransi, tapi Alkhairaat sudah melaksanakannya dalam bentuk praktek," katanya.

Kata dia, yang menjadi pertanyaannya saat ini, kenapa ada daerah yang tidak menerapkan makna toleransi, karena itu berhubungan dengan kepentingan, baik individu, kelompok maupun golongan. "Jangan membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya hanya karena kepentingan pribadi," tekannya.

Namun untuk Sulteng, kata Habib Ali, semua berjalan dengan baik, itu dibuktikan dengan Kapolda Sulteng dari masa ke masa, tidak hanya didominasi oleh orang muslim saja. Tetapi ada juga yang non muslim yang diterima baik oleh masyarakat Sulteng, walaupun diketahui bahwa daerah ini mayoritas beragama Islam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement