REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tampil cantik dan menarik, menjadi dambaan setiap perempuan Muslim. Sebab, dengan tampil cantik dan menarik, maka dalam interaksi sosial masyarakat, hal itu akan berjalan dengan baik dan lancar.
Sebaliknya, perempuan yang membiarkan dirinya tak terawat, maka yang demikian itu akan membuat interaksi sosialnya menjadi terganggu. Sebab, akan muncul sentimen negatif pada diri perempuan muslim tersebut.
Dalam Islam, setiap Muslim (baik laki-laki maupun perempuan), memiliki kewajiban untuk senantiasa menjaga penampilan. Apalagi, dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk selalu tampil cantik, indah, dan menarik.
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-A’raf [7]: 31).
Rasul SAW pun memerintahkan hal serupa. Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).
Ayat dan hadis di atas menunjukkan, bahwa Allah dan Rasul-Nya, sangat menyukai keindahan dan membenci ketidakrapian. Kendati demikian, Islam mengajarkan adab berhias. Untuk tampil cantik dan menarik, tidak perlu harus dengan biaya yang mahal atau berlebih-lebihan, cukup dengan kesederhanaan, namun rapi dan menarik dipandang.
Lalu, bagaimanakah hukumnya seseorang perempuan Muslim memotong rambut? Ada dua pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan boleh dan adapula yang menyatakan tidak boleh (haram).
Dari Aisyah RA, Rasul SAW bersabda: Sepuluh hal yang termasuk fitrah, yakni mencukur kumis, memotong kuku, menyela-nyela (mencuci) jari jemari, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan air ke hidung), mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan intiqashul ma’ (istinja), dan berkumur-kumur.”
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ada lima perkara yang merupakan bagian dari fitrah, yakni memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan khitan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata, Rasul SAW datang kepada kami, kemudian beliau melihat seseorang yang rambutnya acak-acakan (tidak rapi). Rasul SAW langsung menegurnya, Apakah orang ini tidak memiliki minyak yang dapat dia pergunakan untuk merapikan rambutnya?” (HR Nasai dan disahihkan oleh Syekh Nasiruddin al-Albani).
Hadis di atas menunjukkan perintah secara umum kepada pihak laki-laki Muslim. Lalu bagaimana dengan perempuan Muslim, bolehkah memotong rambut? Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hukum memotong rambut bagi perempuan itu tergantung pada niatnya.
Jika niatnya untuk menyerupai perempuan-perempuan kafir atau fasiq, maka tidak boleh. Tapi jika niatnya untuk menyenangkan suami atau untuk meringankan dirinya, menurut saya ini tidak terlarang. Dengan sayarat sesuai dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwa istri-istri Nabi SAW dahulu memotong rambut mereka hingga sepanjang kuping (tempat anting-anting) telinga,” jelas Al-Albani dalam kitabnya Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah (Fatwa-Fatwa Al-Albani).
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fiqh Muslimah, dan Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah, menyatakan, tidak diperbolehkan seorang perempuan Muslim mencukur rambutnya, kecuali suatu hal yang mengharuskannya. Dan ia tidak diperkenankan menyambung rambutnya, walaupun dengan rambutnya sendiri atau milik orang lain, rambut atau bulu hewan, dan lainnya.
Mengapa menyambung rambut dilarang? Karena perbuatan tersebut merupakan menipu, yang membohongi orang lain. Rasul melawan tipu daya, dan tipu daya perempuan adalah menyambung rambut.”
Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perempuan Muslim yang menghiasi dirinya dengan cara memotong rambut sesuai mode. Menurut Syekh Muhammad Shalih al-Utsaimin dalam Majmu' Durus wa Fatawa Haramil Makki, hal itu tidak diperbolehkan, mengingat hal tersebut merupakan perbuatan pemborosan dan berlebih-lebihan.
Namun apabila ia pergi ke tukang rambut untuk mengaturnya dengan biaya yang ringan, dengan maksud untuk berhias untuk suaminya, maka perbuatan itu tidak apa-apa,” jelasnya sebagaimana dikutip dari kitab Fatwa-fatwa tentang Perempuan (Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah).
Para ulama Hanabilah (Hanbali), menyatakan, seorang perempuan dimakruhkan untuk memotong rambutnya selain pada waktu haji dan umrah. Bahkan sebagian ahli fikih Hanabilah mengharamkan perempuan untuk memangkas rambutnya. Dari Ali bin Abi Thalib RA, Rasul SAW telah melarang perempuan mencukur rambutnya.” (HR Tirmidzi dan Nasai).
Namun demikian, ulama yang berpendapat, boleh saja seorang perempuan untuk memotong atau mencukur rambutnya, selama tidak menyerupai laki-laki. Sebab, yang demikian itu dilarang keras.
Berdasarkan hal ini, sebagian ulama usul fikih menyatakan, sesungguhnya memotong rambut itu hukumnya boleh. Alasannya, berdasarkan kaidah usul fikih yang menyatakan, Bahwa segala sesuatu pada asalnya adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya.”
Menurut ulama usul fikih, larangan dalam hadis Nabi SAW adalah masalah menyambung rambut, dan bukan memotongnya. Namun demikian, kebolehan memotong rambut itu hendaknya tidak berlebihan. Sebab, Allah melarang yang berlebih-lebihan dan menyerupai laki-laki.
Selain itu, memotong rambut hendaknya tidak menyerupai perempuan-perempuan kafir. Barang siapa yang menyerupai satu kelompok orang, maka ia termasuk kelompok tersebut.” (HR Ahmad).
Berdasarkan hal di atas, Allah SWT menciptakan rambut perempuan sebagai kecantikan dan perhiasan, sehingga haram bagi perempuan mencukur habis rambutnya, kecuali karena darurat. Misalnya alasan penyakit atau sejenisnya.
Namun pada waktu haji dan umrah, perempuan dianjurkan memotong sedikit rambutnya. Sementara kaum laki-laki pada waktu haji dan umrah dianjurkan untuk menggundul rambutnya.
Hal ini menunjukkan bahwa yang disyariatkan bagi perempuan adalah membiarkan rambutnya menjadi panjang dan tidak memangkasnya. Kecuali untuk mempercantik diri, karena penyakit, karena kondisi kemiskinan sehingga tidak mampu mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan rambut.
Pada saat demikian seorang perempuan diberi keringanan untuk memangkas sebagian rambutnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian istri Nabi SAW setelah beliau wafat. (Lihat Fatwa-fatwa Seputar Tatarias Rambut). Wallahu A’lam.