Rabu 12 Oct 2016 18:24 WIB

Zakat untuk Infrastruktur Harus Dirumuskan Hati-Hati

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agung Sasongko
Kartun utang negara dan zakat
Foto: Republika/Da'an Yahya
Kartun utang negara dan zakat

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA --  Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menilai penggunaan dana zakat untuk membangun infrastruktur, harus dirumuskan secara hati-hati. Sebab, menurut Iskan, dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011, khususnya pasal 25, zakat wajib didistribusikan kepada penerima zakat (mustahiq).

Sesuai dengan syariat Islam, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat. yaitu fakir, miskin, pengurus zakat (amil), mualaf, budak yang dimerdekakan, orang berutang (ghorim), orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (musafir).

“Sebenarnya di UU Zakat telah dijelaskan bahwa terdapat 8 asnaf (orang-orang yang berhak menerima zakat) adalah kelas bawah dari masyarakat. Sedangkan infrastruktur adalah tugas negara, jadi tidak cocok penempatan zakat untuk infrastruktur,” ujar Iskan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10).

Meski begitu, Iskan juga menilai penggunaan dana zakat untuk infrastruktur untuk pembangunan daerah terpencil dan masih tergolong pra-sejahtera, masih dapat diterima. Kecuali, yang dimaksud itu adalah daerah terpencil yang sangat sulit dilewati kendaraan roda dua, dan kalau dibangun infrastruktur desa, kesejahteraan masyarakat meningkat, itu masih bisa diterima.

"Karena itu masih dalam fungsi dalam zakat itu sendiri,” ujar alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini.

Dengan adanya pengalokasian dana zakat untuk infrastruktur yang dirumuskan secara hati-hati ini, maka potensi penerimaan zakat akan lebih optimal karena masyarakat yang membayar zakat percaya bahwa dana zakat yang dikumpulkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) terkelola dengan baik untuk mengangkat perekonomian suatu daerah. Dia mengatakan Baznas saat ini baru bisa mengumpulkan Rp 7 triliun.

Padahal, potensinya bisa mencapai Rp 217 triliun per tahun. "Hal itu karena Baznas belum mampu menjadi koordinator untuk mengoptimalkan penarikan zakat  terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia,” kata Iskan.

Jika optimalisasi penerimaan zakat tersebut dapat tercapai, maka DPR bersama dengan pemerintah akan berkomitmen memberikan tambahan anggaran kepada Baznas dan juga Badan Wakaf Nasional. Apabila kedua badan tersebut efektif, maka dapat membantu menyejahterakan bangsa Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement