REPUBLIKA.CO.ID,
Apa tantangan penerbitan buku Islam ke depan?
Tantangan kita tentu dari tahun ke tahun semakin berat. Pertama, kalau dari sisi penerbit minat dan budaya baca masyarakat kita ini perlu ditumbuhkan terus. Kedua, daya beli masyarakat terhadap buku-buku harus terus ditumbuhkan karena sekarang ini buku belumlah menjadi suatu kebutuhan pokok oleh masyarakat kita.
Di samping itu, masih terkait persoalan biaya, terutama sekali biaya untuk produksi dan untuk distribusi yang masih cukup besar. Kalau ini memang hanya menjadi tanggung jawab penerbit itu akan berat. Saatnya sekarang saya rasa pemerintah harus berpikir. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap industri perbukuan ini.
Selama ini kita belum pernah disentuh secara maksimal oleh pemerintah, sedangkan biaya untuk pameran ini juga sangat besar. Apalagi, kita menyewa gedung Istora Senayan dan segala macamnya dan itu luar biasa. Seandainya itu hanya ditanggung penerbit, berat sekali tentunya.
Jadi, kita sangat berharap pemerintah ke depannya sudah harus mengalokasikan dana khusus untuk membantu penyelenggaraan pameran ini sehingga bisa lebih baik untuk tahun-tahun berikutnya.
Kemudian, salah satu tantangannya lagi adalah datangnya era online. Tetapi, itu tidak membuat kami surut semangat. Justru ini bisa menjadi tantangan yang akan membuat kita bisa lebih kreatif. Karena, bagi kami, buku tidak akan tergantikan. Adanya e-book atau gadget itu hanya melengkapi.
Perbedaan buku online dan cetak itu, pertama, bagi masyarakat yang sudah terbiasa dengan buku, kenikmatan membaca buku cetak tidak bisa dibandingkan dengan membaca buku di e-book, laptop, dan segala macamnya. Karena, itu akan membuat mata kita lelah.
Kedua, buku kan bisa dibaca di mana saja, sedangkan yang online masih membutuhkan kuota internet atau pulsa. Itu sangat berpengaruh, kecuali bagi orang yang hidup perkotaan. Karena itu, kita harus berpikir secara nasional. Pasalnya, masyarakat di daerah juga belum sempurna untuk menikmati online.