Jumat 13 Nov 2015 21:51 WIB

17 Alasan Ita Meigavitri Memilih Islam

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Mualaf
Foto:

JAKARTA -- Pilihan itu bukan tanpa risiko. Tidak ada Muslim di tengah keluarga besar Ita. Ia harus menghadapi seorang diri. Setiap azan berkumandang, dia masuk dan mengunci kamar. Sebagai mualaf, dia hanya shalat bermodalkan hafalan syahadat dan al-Fatihah. Bacaan lain belum ada yang dia hafal. Tapi, Ita tetap berusaha istiqamah.

Tak dinyana, kegiatan ini diamati oleh sang suami. Suaminya heran. Suatu petang, ketika Ita masuk Islam, lelaki itu mengambil kursi dan mengintip lewat jendela. Dia lihat istrinya sedang shalat. "Oalah Ma, gemblung!" seru suaminya.

Mendengar makian sang suami, hati perempuan itu sudah tidak keruan. Keluar dari kamar, Ita langsung disuruh duduk dan disidang. Tiga anaknya ikut dipanggil. Mereka diultimatum supaya tidak ikut-ikutan 'kegilaan' ibunya.

"Suami saya bilang, katamu dulu orang Islam bodoh. Mengapa kamu sekarang ketularan bodoh?" kata Ita menirukan. Kepada lelaki itu, Ita menjelaskan dari segi Alkitab. Shalat, jelas Ita, bukan hanya perintah kepada umat Islam. Yang menyuruh dia shalat menghadap kiblat adalah Alkitab. Yang mengajarkan wudhu juga Alkitab. Tapi, lelaki itu tidak bisa terima.

Kabar berislamnya Ita pun akhirnya sampai di keluarga besarnya. Mereka menolak. Keputusannya itu dianggap mempermalukan geraja. Bahkan, ibundanya sempat memanggil rohaniwan dari  Wamena untuk 'mengembalikan' Ita. "Saya akan ke gereja lagi kalau Romo bisa menemukan Yesus beragama Katolik di Alkitab," tantang dia.

Tak terhenti di situ, bahtera rumah tangganya dengan sang suami goyah sejak peristiwa itu. Keduanya bercerai. Semua harta dibawa suami.  Bermodalkan uang Rp 600 ribu, perempuan Tionghoa itu mengontrak sebuah rumah. "Nelangsa saat itu. Anak saya kebutuhannya besar karena terbiasa hidup enak," kenang dia. Tapi, Ita berusaha tegar.

Ia hanya mengadu pada Allah. Alhamdulillah, seiring waktu, ia bisa merajut hidup kembali. Ia telah membeli sebuah rumah dan menikah dengan lelaki Muslim. Nikmat itu kian bertambah setelah ketiga anaknya ikut memeluk Islam.

Kini, Ita aktif menjadi seorang pendakwah. Semangatnya semasa Katolik mewaris dalam nadinya setelah masuk Islam. Perempuan itu aktif mengisi pengajian di berbagai tempat. Walau sering mendapat ancaman saat berdakwah, ia tidak surut.

Ita juga mengaku membina puluhan mualaf di rumahnya. Sebagian adalah orang-orang Katolik, Kristen, dan Tionghoa yang terbuang dari keluarga. Belajar dari pengalaman, Ita mengajak setiap Muslim untuk memerhatikan saudara-saudara sesama Muslim yang ada di sekitarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement