Selasa 06 Oct 2015 10:13 WIB

Makanan Mengandum Wine dan Rum, Ini Pandangan MUI

Rep: c64/ Red: Agung Sasongko
Wine
Foto: Youtube
Wine

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Lalu, bagaimana dengan kehalalan pada makanan yang dicampurkan atau tercampur dengan wine dan rum. Terkait hal itu, Anna mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait hukum haram alkohol (etanol) yang tercantum pada Fatwa Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol.

Ia menjelaskan, fatwa itu berisi ketentuan hukum minuman beralkohol secara umum adalah haram. Kaidah dasarnya, segala yang memabukkan adalah khamar dan khamar hukumnya haram. Disebutkan pula dalam fatwa MUI tersebut jika khamar adalah najis. Etanol sendiri dibagi menjadi dua. Pertama etanol yang berasal dari hasil samping industri khamar dan etanol dari industri nonkhamar misalnya lewat sintesis kimia maupun industri.

Jika etanol tersebut dicampur dalam makanan, hukumnya pun menjadi dua. Haram jika etanolnya berasal dari industri khamar. Etanol jenis ini juga najis. Hukumnya mubah jika etanolnya berasal dari industri nonkhamar, baik sintesis kimia maupun industri. Etanol jenis ini juga tidak dihukumi najis. Hukum mubah ini dengan syarat mutlak tidak membahayakan secara medis. Jika membahayakan secara medis, hukumnya menjadi haram.

“Jadi, tercatat jelas bahwa setiap makanan, minuman, obat-obat maupun kosmetik yang tercampur unsur haram dari khamar sedikit apa pun hukumnya haram,” kata Anna.

Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obatobatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI Lukmanul Hakim mengatakan, zat haram adalah najis dan yang bernajis hukumnya haram. Jika ada unsur yang suci dan halal kemudian bercampur najis maka hukumnya menjadi haram, baik disengaja maupun tidak.

“Meskipun begitu, Allah Maha Mengetahui mana yang sengaja dan tidak, maupun yang mengetahui dan tidak,” katanya. Ia melihat memang fenomena terkait makanan yang dicampur dengan wine maupun rum sudah sangat marak. Beberapa dari mereka ada yang mengetahui, kemudian mengabaikannya dan ada pula yang tidak mengetahui.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar setiap produsen memberikan informasi kandungan yang terdapat pada pangan, obat-obatan, maupun kosmetik. Agar masyarakat mengetahui apakah mengandung unsur najis atau tidak.

“Sesuatu hal yang halal kemudian tercampur unsur najis, maka harus dibersihkan atau disucikan sampai hilang warnanya, hilang aromanya, hilang rasanya. Tapi, apabila makanan sudah tercampur unsur najis, maka sulit untuk disucikan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement