REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Namun, apakah keutamaan, kemuliaan, dan derajat orang yang hanya shalat sunah ini benar-benar bisa disamakan dengan orang yang berangkat haji? Tentu saja tidak. Untuk berangkat haji dan umrah butuh biaya, waktu, dan tenaga yang banyak.
Demikian pulalah orang yang mendapatkan syahid sughra. Mereka hanya mendapatkan pahalanya.
Adapun ke- utamaan-keutamaan lainnya, seperti dipandang hidup di sisi Allah SWT dengan mendapatkan rezeki, kebahagiaan, dan rahmat (QS Ali Imran [3] 169-171), dipersilakan masuk surga (QS Yasin[36]: 25-26), disebut sebagai jalan orang yang mendapatkan nikmat (QS an-Nisaa [4]: 69), mendapatkan ampunan (QS Ali Imran [3]:
157), diberikan pahala yang sangat besar (QS an-Nissa' [4]: 74), dilindungi dari fitnah (HR Nasa'i), diizinkan memberi syafaat ber-sama dengan para Nabi dan ulama (HR Ibnu Majah), serta berbagai keutamaan lainnya.
Keutamaan tersebut tidak diberikan kepada syahid sughra, terkecuali ada sebab-sebab lain yang disebabkan amal ibadahnya.
Tidak hanya syahid sughra, orang yang bercita-cita dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkan syahid, ia tetap dipandang mendapatkan pahala syahid walaupun kematiannya tidak termasuk dalam kriteria syahid sughra tersebut.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW mengatakan, "Barang siapa yang memohon syahadah (mati syahid) dengan jujur, maka dia akan diberikan (pahala) syahadah meskipun dia tidak mati syahid." (HR Muslim). Di samping itu, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa amalan seseorang menurut kepada apa yang dia niatkan. (HR Bukhari).
Penyelenggaraan orang yang mendapat syahid kubra juga berbeda dengan syahid sughra. Jika syahid kubra tidak perlu dikafani dan dishalatkan, berbeda halnya dengan syahid sughra yang tetap di selenggarakan sebagaimana biasa.
Jadi syahid sughra hanya sebatas mendapatkan pahala syahid. Adapun hal-hal selain itu, pada hakikatnya mereka sama dengan jenazah lain pada umumnya.
Lantas, benarkah jamaah haji yang meninggal karena musibah jatuhnya crane bisa tergolong syahid? Jika melihat hadis tentang syahid yang didefinisikan Rasulullah SAW, mereka termasuk pada syahid karena meninggal disebabkan tertimpa benda keras. Di samping itu, perjalanan ibadah haji bisa termasuk fi sabilillah.
Berpatokan dengan hadis Rasulullah SAW kepada para sahabiyah yang ingin berangkat berperang, Beliau SAW me- nyebut haji sebagai jihadnya kaum Muslimah. "Jangan (kalian wahai para Mus limah berangkat berperang). Jihad yang paling utama (bagi kalian) adalah haji mabrur." (HR Nasa'i).
Rektor Institut Ilmu Qur'an KH Ahsin Sakho Muhammad menambahkan, baik laki-laki maupun wanita, perjalanan mereka ke Tanah Suci bisa disebut fi sabilillah. Bagi laki-laki, berangkat haji juga disebut jihad karena medan peperangan saat ini tidak ada lagi.
Para ulama membagi syahid dalam tiga kategori. Pertama, syahid dunia akhirat, yak ni bagi mujahid yang meninggal di medan perperangan. Kedua, syahid akhirat sa ja, seperti orang yang meninggal karena sakit perut, terkena wabah penyakit tha'un, tenggelam kebakaran, dan tertimpa benda keras (HR Muslim).
Ditambah lagi, meninggal karena sakit tulang rusuk dan wanita yang meninggal dalam proses persalinan (HR Abu Daud).
Sedangkan ketiga, syahid di dunia saja, yakni bagi mereka yang berangkat jihad ke medan perang kemudian terbunuh, tetapi niatnya tidak ikhlas. Adapun kasus calon jamaah haji yang tertimpa crane di Masjidil Haram tergolong pada syahid akhirat berdasarkan kriteria yang disebut ulama.
Bisa juga dikategorikan mereka mendapatkan syahid sughra (kecil) yang penyelenggaraannya sama dengan jenazah pada umumnya. Mereka tetap dimandikan, dikafani, dan dishalatkan sebagaimana biasa. Allahu A'lam.