Rabu 26 Aug 2015 08:40 WIB

MUI Bahas Syiah Dimunas, Ada Apa?

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Ketua MUI Din Syamsuddin (kedua kanan), Ketua DPD Irman Gusman (kedua kiri) memasuki area pembukaaan Munas MUI ke-9 di Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/8).  (Antara/Zabur Karuru)
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Ketua MUI Din Syamsuddin (kedua kanan), Ketua DPD Irman Gusman (kedua kiri) memasuki area pembukaaan Munas MUI ke-9 di Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/8). (Antara/Zabur Karuru)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Persoalan syiah menjadi salah satu isu besar yang bakal dibahas para ulama dalam Munas IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Surabaya.

 

Ketua Umum MUI Din Syamsudin mengatakan, masalah Syiah ini penting dibahas. Karena di kalangan ulama ini terdapat perbedaan pendapat.

 

Bahkan besar sekali yang mengajukan sikap anti-Syiah. Sehingga kelompok Syiah pun tidak diundang. “Ada yang menolak, bahkan juga ada yang menolak satu ormas Islam lain untuk tidak boleh ikut,” jelasnya, di Surabaya, Rabu (26/8).

 

Terkait hal ini, Din mengaku bersedih. Ia sangat menginginkan MUI menjadi tenda besar, baik bagi kelompok yang telah bergabung dengan ormas Islam maupun yang belum. Termasuk syiah, karena MUI ini merupakan wadah musyawarah. Bahkan terkait sikap itu,

Din sendiri mengaku sempat dituduh syiah. Menurutnya semua pihak jangan gegabah menafsirkan. Dalam rapat paripurna Din mengaku menyampaikan ada fatwa dari majma’ al Fiqh al Islami International Fiqh Academy di bawah naungan Organisasi Konfrensi Islam internasional (OKI).

 

Dalam fatwa nomor 152 menegaskan tidak boleh ada pengkafiran terhadap delapan kelompok umat Islam. Empat di antaranya merupakan mazhab yang sudah umum dikenal selama ini (Imam Syafi’i, Maliki, Hambali dan Imam  Hanafi), dua dari kalangan syiah (syiah Ja’fari dan syiah Zaidi) serta dua lagi mazhab Ibadhi dan Zahiri.

 

Bahkan juga sudah dikukuhkan oleh majma’ al Buhuts al Islamiyah di Al Azhar dan juga oleh konfrensi al muktamarul aam dari tokoh Islam sedunia di Amman yang intinya mendukung fatwa majma’ fikih internasional.

 

“Tetapi, bahwa kemudian ada sikap kalangan Syiah yang ekstrim dan radikal tentu hal itu tidak dapat ditoleransi,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement