REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Keputusan pejabat sementara Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mustofa Bisri atau Gus Mus yang membatalkan penerapan sistem Ahlul halli wal ‘aqdi (Ahwa) diabaikan oleh panitia Muktamar NU ke-33.
Hal itu kembali membuat suasana Muktamar NU di Jombang kembali menghangat. Protes dari para Muktamirin pun kembali menggema setelah sebelumnya reda.
“Secara formal, organisatoris dan konvensi yang berlaku, seharusnya komisi ini membahas keseluruhan hal-hal terkait pengembangan organisasi. Bukan kembali membahas Ahwa,” ujar Ketua Umum Tanfidz PWNU Jawa Tengah Prof Abu Hafsin dalam rilisnya, Rabu (5/8).
Tindakan panitia Muktamar tersebut, menurut Hafsin, tak hanya menyalahi AD ART PBNU, tetapi juga tidak mencerminkan akhlakul karimah seperti yang diamanatkan Gus Mus.
“Saya menyesalkan fatwa Gus Mus diabaikan, dan panitia malah memulai lagi dengan tindakan yang kurang sesuai dengan etika pesantren. Panitia seolah mempermainkan para Rais Syuriah NU yang notabene adalah kiai-kiai sepuh,” sesalnya.
Syuriah PWNU Jambi Abdul Kadir Husein mengungkapkan, tindakan panitia muktamar seperti menghalalkan segala cara guna menerapkan Ahwa. Bahkan sejumlah Rais Syuriah dilarang masuk forum dengan alasan mandatnya telah dipindahkan kepada pihak lain.
“Mandat Rais Syuriah PCNU Kota Jambi pagi tadi dipindahkan panitia kepada Wakil Rais, tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan. Padahal yang berhak memindahkan mandat Muktamar, ya Rais Syuriah yang bersangkutan,” paparnya.