Kamis 29 May 2014 09:59 WIB

Kontroversi Amalan Rajab (2-habis)

Perhitungan bulan Rajab.
Foto: Republika/Agung Supriyanto/c
Perhitungan bulan Rajab.

Oleh: Nashih Nashrullah     

Selain berkurban, ada sejumlah amalan yang disebut-sebut khusus dilaksanakan selama Rajab, tetapi kontroversial.

Sebuah karya besutan Syekh Faishal bin Ali al-Bu’dani yang berjudul Fadhail Syahr Rajab fi al-Mizan mencoba menguak hal itu.

Di kalangan ulama salaf, topik ini sebetulnya pernah pula dibahas. Sebut saja risalah sederhana yang fokus mengupas Rajab karangan Ibn Hajar al-Asqalani, yaitu Tabyin al-Ajab Bima Warada fi Fadhli Rajab.

Pangkal persoalan adalah penyikapan terhadap hadis-hadis lemah dalam amalan-amalan sekunder (fadhail al-a’mal). Selama hadis itu tidak pada derajat palsu maudhu’, sebagian ulama memperbolehkan penggunaan hadis tersebut. Ini dengan sejumlah catatan seperti yang masyhur di kajian hadis.   

Amalan yang dipersoalkan seperti shalat raghaib. Bentuk shalat raghaib itu seperti yang dijelaskan hadis palsu yang dinisbatkan pada Anas bin Malik. Penggalan singkatnya, yaitu raghaib pelaksanaannya pada Kamis pekan pertama Rajab seusai shalat Isya.

Jumlah rakaatnya sebanyak 12 rakaat. Tiap dua rakaat dipisah dengan salam. Bacaan yang harus dibaca per rakaat ialah surah al-Fatihah tiga kali dan al-Ikhlas 12 kali. Menurut Imam an-Nawawi, shalat ini tak boleh dilakukan karena merujuk pada hadis palsu.

Selain kurban dan raghaib, amalan kontroversial pada Rajab ialah mengkhususkan umrah dan zakat pada bulan ini. Demikian juga berpuasa secara khusus pada hari-hari tertentu. Kecuali, bila puasa tersebut adalah puasa-puasa sunah biasa, seperti puasa Senin dan Kamis atau puasa tiga hari bulan purnama, 13, 14, dan 15.

Namun, sebagian ulama berpendapat puasa-puasa khusus Rajab selama menggunakan hadis lemah dan dalam kerangka fadhail a’mal maka boleh dilakukan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement