Rabu 07 May 2014 13:49 WIB

Menaati Fatwa Ulama (2-habis)

Rep: c75/ Red: Damanhuri Zuhri
   Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali (kiri) mencium tangan Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zuber (kanan) usai rapat pleno Dewan Perwakilan Pusat (DPP) PPP di Jakarta, Selasa (22/4). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali (kiri) mencium tangan Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zuber (kanan) usai rapat pleno Dewan Perwakilan Pusat (DPP) PPP di Jakarta, Selasa (22/4). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Ia lalu menjelaskan dan berbagi ilmunya untuk umat, serta menegakkan amar makruf nahi mungkar. “Kriteria inilah yang wajib ditaati,” tulis Syekh Abu Thalhah mengutip perkataan Ibnu Abbas.

Tuntunan untuk mengikuti para alim dengan kriteria seperti yang disebutkan Ibnu Abbas tersebut tertuang dalam surah an-Nisaa' ayat 59. Allah SWT memerintahkan agar menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri.

Pengertian ulil amri pada ayat itu, dalam pandangan banyak tokoh salaf, seperti Jabir bin Abdullah, Hasan al-Bashri, Abu al-Aliyah, Atha' bin Abi Rabah, ad-Dhahak, dan Mujahid, adalah para ulama.

Selama dalam koridor kebaikan dan ketakwaan, menaati ulama, sebagaimana yang ditegaskan Ibnu Qayyim al-Jaziyyah, ialah kebutuhan asasi bagi umat.

Hal itu mengalahkan ketergantungan mereka terhadap makanan. Dalam banyak hal, ketaatan terhadap para alim itu lebih diutamakan ketimbang taat kepada orang tua.

Syekh Abu Thalhah menegaskan, ketaatan itu tak boleh membabi buta dan memunculkan taklid. Taat kepada ulama, selama berkaitan dengan urusan fatwa dan hukum menyikapi suatu hal.

Jika berkaitan dengan urusan duniawi, ketentuan menyikap hal itu diserahkan kembali kepada yang bersangkutan.

Ini seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW dalam peristiwa kawin silang kurma. Rasul SAW menyerahkan hal itu kepada kebiasaan para petani.

Meski demikian, semestinya para ulama berhias diri dengan rasa takut kepada Allah SWT. Perasaan inilah yang akan mengantarkan mereka pada sikap kehati-hatian dan tidak gampang tergoda dengan rayuan duniawi atau berkhianat terhadap ilmu yang mereka pelajari dan tekuni.

Atas dasar ini pulalah, sepatutnya seorang alim itu akan dihargai. Pengetahuan dan kedekatannya terhadap Allah mendatangkan ketakwaan yang berimbas pada diri, keluarga, lingkungan sekitar, dan khalayak. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir [ 35] : 28).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement