Senin 07 Apr 2014 17:09 WIB

Aktif di Partai Politik, Bolehkah? (2-habis)

Partai politik / ilustrasi
Foto: tst
Partai politik / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Parpol sarana amar makruf nahi mungkar.

Namun, secara khusus Syekh Yusuf Qaradhawi menggarisbawahi partai yang boleh dibentuk harus mengakui Islam sebagai akidah dan syariah serta tidak menentang atau mengingkarinya.

Kemudian, tidak melakukan aktivitas yang arahnya memusuhi Islam dan umatnya. Maka, tidak boleh, ungkap Syekh Qaradhawi, mendirikan partai yang mengajak kepada ateisme, sekularisme, dan mencela agama Islam atau agama samawi secara umum.

Perbedaan menyikapi parpol dalam Islam bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, kelompok yang membolehkan. Mereka beralasan, syura bisa memberikan kepastian, kepala negara dipilih melalui pemilu dengan masa jabatan yang dibatasi.

Ahli syura (anggota parlemen) harus orang-orang yang diridhai masyarakat melalui pemilihan. Pendapat ini juga mengatakan, wanita boleh memberikan hak suara serta berhak ikut dipilih sebagai wakil rakyat.

Kelompok kedua menolak sistem ini dan mengatakan, syura hanya membuat pernyataan bukan keputusan. Kepala negara dipilih oleh

ahlul halli wal-aqdi (majelis permusyawaratan) untuk seumur hidup dan pemilihan umum, bukan wasilah syariah. Termasuk, wanita tidak punya hak dicalonkan dan memberikan suara.

Pendapat ketiga tidak menerima atau menolak pendapat pertama dan kedua secara keseluruhan. Mereka mengambil beberapa pendapat kelompok pertama dan beberapa dari kelompok kedua.

Komisi Fatwa dan Riset Kerajaan Arab Saudi memfatwakan, seseorang boleh bergabung dengan partai politik dengan syarat yang sangat berat.

Di antaranya, orang tersebut wajib memiliki iman yang kuat, keislaman terbentengi dengan kokoh, paham efek dari parpol, memiliki tutur kata yang baik, dan mampu memberi pengaruh atas kebijakan partai tersebut, sehingga mendukung kebijakan yang Islami.

Jika tidak mampu, ujar lembaga yang saat itu diketuai Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, hendaknya dia menghindari bergabung dengan partai politik.

Karena, jika ia tidak mampu memengaruhi kebijakan partai agar pro terhadap kebijakan umat, ia hanya akan mendapat fitnah dan kerusakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement