Senin 07 Apr 2014 16:51 WIB

Aktif di Partai Politik, Bolehkah? (1)

Partai politik / ilustrasi
Foto: tst
Partai politik / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Parpol sarana amar makruf nahi mungkar.

Partai politik (parpol) menjadi elemen penting sebuah negara yang menganut demokrasi. Sistem yang  memberikan perwakilan kepada anggota partai untuk merumuskan sebuah peraturan perundangan yang mengatur seluruh rakyat di negara tertentu.

Namun, adanya parpol dinilai akan menjadi penyebab perpecahan umat. Parpol membawa kepentingan masing-masing dan sulit untuk bersatu kecuali dalam merebut kekuasaan.

Ada kekhawatiran, parpol yang beragam akan membuat aspirasi umat Islam sulit terealisasi. Lalu, bagaimanakah kaidah aktif di partai politik?

Syekh Yusuf Qaradhawi membahas panjang lebar dalam Hadyul Islam Fatawi Mua'shirah. Syekh Yusuf  Qaradhawi menegaskan, dalam syarak tidak ada larangan partai politik. Karena, larangan salam syariat memerlukan nas dan tidak ada nas khusus yang menyebutkan tentang haramnya parpol.

Keberadaan parpol saat ini menjadi wasilah untuk memerangi kesewenang-wenangan pemerintah yang berkuasa dan mengoreksinya agar kembali ke jalan yang lurus.

Lewat saluran parpol, kewajiban amar makruf nahi mungkar terhadap kebijakan sebuah pemerintahan bisa dijalankan.

Terlebih, ungkap Syekh Yusuf Qaradhawi, sistem yang dipakai pemerintahan sebuah negara masih belum bisa menjalankan hukum-hukum Allah.

Kewajiban amar makruf nahi mungkar adalah hak dari pemimpin dan kewajiban rakyat. Apabila umat sudah mengabaikan kewajiban ini, hilanglah keistimewaan mereka sebagai umat.

Allah SWT berfirman dalam surah al-Maidah ayat 79. "Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang tindakan mungkar yang  mereka perbuat. Sesungguhnya, amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu."

Dalam hadis dari Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda. "Apabila umatku sudah takut mengatakan kepada orang zalim: ‘Wahai orang zalim!’ maka diucapkan selamat tinggal kepada mereka.” (HR Ahmad dan Hakim).

Kewajiban amar makruf nahi mungkar ini bisa dilihat juga dalam pidato Abu Bakar as-Shidiq ketika diangkat menjadi khalifah.

"Wahai sekalian manusia, jika aku berbuat baik maka tolonglah aku dan jika aku berbuat salah maka luruskanlah aku. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dalam memimpin kalian, dan jika aku melanggar kepada Allah maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk menaati aku."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement