Sabtu 22 Feb 2014 13:29 WIB

Shalat Karena Hadiah, Bolehkah?

Shalat berjamaah (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Shalat berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh; Hafidz Muftisani

Amal untuk selain Allah SWT akan tertolak.

Shalat Zhuhur berjamaah berhadiah mobil, umrah, dan haji, sontak iming-iming dari Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan itu menuai tanggapan beragam.

Tak kurang para pegawai negeri sipil (PNS) memadati Masjid at-Taqwa, Bengkulu, saat pelaksanaan hari pertama shalat berhadiah tersebut. Namun keesokan harinya, tampak masjid yang sebelumnya dipenuhi jamaah sepi.

Program shalat berhadiah ini hanya dilakukan pada hari Rabu setiap pekannya. Lebih khusus lagi hanya shalat Zhuhur. Lalu, bagaimana shalat yang diimingi dengan berbagai hadiah tersebut?

Ketua Departemen Kajian dan Riset Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Tajjudin Pogo, Lc mengungkapkan, shalat orang yang bukan karena Allah SWT tertolak.

Ustaz Tajjudin mendasarkan pada hadis niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Jika seseorang beramal karena harta atau wanita, dia akan mendapatkan apa yang diniatkankannya. “Dia hanya dapat dunia kalau niatnya hanya hadiah,” ujar Ustaz Tajjudin.

Namun, jika orang tersebut ikhlas karena Allah SWT maka bila ada orang yang memberi penghargaan hal tersebut, tidak masalah.

Ustaz Tajjudin mencontohkan ada hadis Nabi SAW yang menyebut jika dalam berjihad ada yang dapat membunuh kaum musyrik maka dia mendapatkan harta rampasan dari yang dibunuhnya tersebut.

Hal ini dibuat sebagai penyemangat dan bukan dijadikan niat utama. Seperti halnya hadis puasa sunah bagi seorang bujang. Niat berpuasa karena Allah SWT, namun ada keutamaan tambahan, yaitu menjaga diri.

Hal seperti ini masuk ranah mencari ridha Allah SWT. Jika ada motivasi-motivasi tambahan tersebut, tidak mengapa asal tidak mengalahkan motivasi utama.

Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyebut shalat yang diimingi hadiah sah selama cukup syarat dan rukunnya. Namun apakah mendapat pahala atau tidak, itu urusan hamba dengan Allah SWT.

Kiai Kholil menegaskan, untuk mendidik umat, hal tersebut tidak mengapa. “Asal jangan dijadikan model,” katanya mengingatkan. Menurutnya, jika dipermanenkan hal tersebut tidak ada contohnya.

Hendaknya setiap orang beribadah karena Allah SWT, bukan karena hadiah. Kiai Kholil mengibaratkan lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).

Bagi orang yang mengikuti lomba tersebut bisa mendapat pahala jika niatnya memperbaiki bacaan Alquran. “Namun, pahalanya gugur kalau niatnya karena hadiahnya.”

Imam Nawawi dalam Syarah Arba’in Nawawiyah menyebut seseorang yang beramal untuk mencari dunia, amalnya tertolak. Imam Nawawi mendasarkan pada hadis qudsi yang bersumber dari Abu Hurairah RA.

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa melaksanakan suatu amal dengan mempersekutukan Aku dengan selain Aku maka Aku akan meninggalkannya berikut sekutunya.” (HR Muslim).

Al Harits al-Muhasabi dalam kitabnya Al Ri’ayat menegaskan tidak bolehnya niat selain karena Allah SWT. Ikhlas, kata al-Muhasabi, adalah kita menginginkan Allah dengan cara menaati-Nya bukan demi selain-Nya.

Al Hafizh Abu Nu’aim dalam Al Hilyat Al Ulama’ menjelaskan, melakukan ketaatan demi manusia atau dunia bisa merusak amal. Allah terlalu besar untuk membutuhkan sekutu.

Allah SWT juga terlalu besar untuk menerima suatu amal yang di dalamnya Dia dipersekutukan dengan selain-Nya. Termasuk, di dalamnya iming-iming hadiah.

As Samarqandi berkata, suatu amal yang dilakukan demi Allah akan diterima. Dan, suatu amal yang dilakukan demi manusia akan ditolak.

Dia mencontohkan seseorang yang shalat Zhuhur dengan maksud menunaikan kewajiban. Tapi, demi manusia dia memperlama rukun dan bacaannya. Pada dasarnya shalatnya diterima, namun tidak diterima amalnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement