Sabtu 26 Oct 2013 11:37 WIB

Haruskah Makmum Ikut Imam Berqunut?

Shalat berjamaah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Shalat berjamaah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah

Persoalan qunut masuk ranah ijtihad.

Qunut atau tidak sewaktu shalat Subuh memang persoalan klasik. Bahkan, terlampau klise. Perdebatan itu tidak hanya muncul di kalangan para ahli fikih generasi salaf.

Imbas perbedaan pendapat tersebut juga tumbuh dan berkembang di Tanah Air, lalu menjadi semacam identitas primordial kelompok yang saling menjauhkan satu sama lain hanya disebabkan qunut atau tidak kala shalat Subuh.

Maka, dalam bahasan kali ini, uraian tidak akan fokus pada fikih menyikapi perbedaan, tetapi kembali mencoba mengutarakan tentang fakta bahwa permasalahan qunut termasuk ranah ijtihad yang tidak perlu dipertentangkan.

Dan satu lagi, mencoba menjawab pertanyaan, perihal sikap makmum yang semestinya, bila ia berjamaah di belakang imam yang berqunut. Apakah ia mesti ikut berqunut atau berdiam dan menunggu hingga imam selesai berqunut?

Dr Ismail Syandi membahas persoalan ini dalam bukunya yang berjudul Ahkam al-Qunut fi al-Fiqh al-Islami; Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah. Ia menjelaskan, para ulama berselisih pendapat menyikapi hukum qunut kala Subuh.

Kelompok yang pertama mengatakan bahwa hukum qunut ketika subuh adalah sunah. Pandangan ini merupakan riwayat yang populer di kalangan Mazhab Maliki dan Syafi’i.

Selain itu pula, ada Ibn Abu Laila dan al-Hasan bin Shalih. Di kalangan sahabat, opsi ini diriwayatkan juga dari Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu Abbas, dan Abu Bakrah.

Pendapat ini merujuk pada sejumlah hadis, antara lain, riwayat Anas bin Malik. Hadis itu menyebutkan, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan qunut saat shalat Subuh hingga meninggal dunia.

Hadis lain dari Abu Hurairah yang senantiasa berqunut di rakaat terakhir salah Subuh. Abu Utsman pernah ditanya perihal qunut sewaktu subuh. Ia menjawab bahwa ritual tersebut dilakukan pula oleh Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib.

Sedangkan kelompok yang kedua berpandangan, tidak ada ketentuan berqunut saat shalat Subuh. Ini merupakan opsi yang dirujuk oleh Mazhab Hanafi dan Hanbali.

Pendapat tersebut juga dinukilkan dari sejumlah generasi salaf, ada Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu ad-Darda’, Imam ats-Tsauri, al-Laits, dan as-Sya’bi.

Dalil yang dijadikan landasan oleh kelompok tersebut, antara lain, hadis riwayat Anas bin Malik. Hadis tersebut menyatakan, Rasulullah SAW pernah qunut selama sebulan penuh dan mendoakan masyarakat Arab, kemudian meninggalkannya. Ini diperkuat pula dengan riwayat dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas.

Tersisa pertanyaan yang kedua, harus bagaimanakah makmum yang shalat di belakang imam yang berqunut? Padahal, makmum yang bersangkutan beranggapan tidak ada qunut pada shalat Shubuh.

Fenomena ini banyak ditemui di masyarakat, saat imam dan jamaah lain berqunut, sedangkan mereka yang berpendapat lain, enggan ikut berqunut.

Komite Tetap Kajian dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi menyatakan, jika makmum yang beranggapan tidak ada qunut pada salat Subuh, sedangkan ia shalat Subuh di belakang imam yang berqunut, hendaknya ia mengikuti gerakan imam.

Ini karena keputusan imam untuk berqunut juga memiliki sandaran dalil. Sekalipun, komite ini berpandangan hukum berqunut saat subuh tidak dianjurkan.

Komite itu mengutip pendapat dari Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa. Sosok berjuluk Syaikh al-Islam itu menegaskan, hendaknya makmum mengikuti gerakan apa pun dari imam selama masih berada dalam ranah ijtihad.

Jika imam berqunut, ikutlah berqunut. Sebaliknya, bila imam tidak berqunut maka jangan sekali-kali berqunut sendiri.

Ini penting. Karena, keberadaan imam itu untuk ditaati. “Seorang imam (shalat) ditunjuk supaya diikuti,” demikian sabda Rasulullah SAW.

Pandangan ini juga diungkapkan oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam kitab al-Mughni. Ia menyebutkan, jika seorang imam berqunut maka hendaknya makmum mengamininya.

Para ulama sepakat mengatakan demikian. Ini juga pandangan yang dirujuk oleh Imam Ahmad, Ishaq, dan imam lainnya.

Ibnu Qudamah menambahkan, dirinya belum mendapati satu pun ulama yang secara tegas melarang ikut qunut dan mengamininya jika sang imam berqunut. Uraian yang sama juga ditegaskan oleh Syekh Ibn Qasim dalam kitab Hasyiyah ar-Raudh. 

***

Qunut Subuh

Sunah:

Mazhab Maliki dan Syafi’i. Ibn Abu Laila, dan al-Hasan bin Shalih. Di kalangan sahabat, opsi ini diriwayatkan juga dari Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu Abbas, dan Abu Bakrah.

Tidak ada qunut:

Mazhab Hanafi dan Hanbali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu ad-Darda’, Imam ats-Tsauri, al-Laits, dan as-Sya’bi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement