REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Peradaban Nil terancam. Sungainya tak mau lagi berair. Negeri Fir'aun dilanda kekeringan. Rakyatnya kelaparan dan jatuh miskin.
Apa yang terjadi? Sementara Nabi Musa berada di tengah mereka. Bukan meminta mukjizat Musa, mereka justru menganggap sang nabiyullah penyebab kesialan mereka hingga Nil tiba-tiba mengering.
Sungai terpanjang di dunia itu memang bukan tanpa sebab tiba-tiba tak lai berair. Kisah bermula ketika Musa meminta Fir'aun melepaskan perbudakan Bani Israil dan mengizinkan mereka untuk ikut bersamanya, pindah dari negeri Mesir.
Namun Fir'aun tak menanggapi. Ia justru kemudian mengumpulkan rakyatnya dalam sebuah pertemuan besar. Seluruh warganya diundang, termasuk anak-anak. Pun Bani Israil. Mereka membanjiri pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan agung itu, Fir'aun berseru kepada seluruh rakyatnya, "Akulah tuan kalian, aku menyediakan semua kebutuhan kalian. Lihatlah Musa, ia tak memiliki emas. Ia hanyalah orang miskin," kata Fir'aun.
Bani Israil pun sekejap langsung percaya dengan kata-kata Fir'aun. Lupa sudah bahwa raja mereka itu telah menindas bahkan membunuh anak-anak mereka. Namun mereka terpedaya dengan kilauan emas dan perak. Lupa sudah nabi mereka Musa yang selalu menyeru hak mereka untuk lepas dari belenggu sebagai budak Fir'aun. Mereka degan mudahnya tergiur janji Fir'aun yang akan memenuhi segala kebutuhan hidup mereka, meski janji itu palsu belaka.
Dalam keterpedayaan dan kebodohan itu, Bani Israil sertamerta menaati Fir'aun dan mengabaikan panggilan Musa. Mereka tergiur godaan dunia. Musa dicela, tak dianggap sebagai utusan Allah Ta'ala.
Maka keesokan hari setelah pertemuan itu, tanah Mesir heboh. Air di Sungai Nil tiba-tiba habis begitu saja. Nil terus kering hingga tanah pertanian gaga panen, rakyat kelaparan, Mesir dirundung panceklik. Namun bukan bertaubat agar terbebas dari adzab Allah ini, Fir'aun dan pengikutnya tetap sombong dan berbangga diri. Mereka malah menuding Musa sebagai pembawa sial bagi negeri Mesir.
Maka Allah pun melanjutkan adzabNya. Jika sebelumnya kekeringan, Allah kemudian menimpakan banjir besar kepada rakyat Mesir. Lahan subur habis terkikis. Ketika mereka tak tahan lagi dengan banjir, mereka pun mendatangi Musa. "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu," ujar para pengikut Fir'aun.
Musa pun kemudian memanjatkan doa dan segera terijabah. Adzab banjir pun reda seketika. Namun begitu adzab sirna, mereka ingkar janji. Mereka pun tetap tak beriman kepada kenabian Musa. Allah pun kembali menurunkan azab.
Allah mengirimkan sekawanan belalang yang kemudian memakan habis tanaman. Warga Mesir kembali kelaparan. Lalu, mereka pun kembali kepada Musa dan meminta hal sama. "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu," ujar mereka.
Adzab belalang pun usai. Namun lagi-lagi, mereka kembali ingkar. Allah memberikan adzab kembali dengan mengirim sekawanan kutu. Tiba-tiba wabah penyakit akibat kutu itu pun melanda tanah Cleopatra. Saat merasa sulit, mereka pun kembali kepada Musa, dan meminta hal yang sama. Musa dengan sabar mengabulkan dengan harapan mereka akan sadar.
Namun lagi, mereka kembali ingkar. Allah pun tak segan mengirimkan kembali adzab. Kali ini, dikirimkan sekelompok katak. Tiba-tiba Mesir dipenuhi sesak oleh katak yang terus melompat-lompat, banyak sekali jumlahnya. Rakyat Mesir hidup dipenuhi katak-katak itu. Tertekan, mereka kembali lagi kepada Musa, dengan permintaan yang sama. Namun ini hanyalah mengulang seperti sebelumnya. Adzab dihilangkan, mereka kembali ingkar, demkian seterusnya.
Maka Allah pun kembali mengirim azabNya. Allah Ta'ala mengubah air nil menjadi darah dengan bau anyir yang menyengat. Ajaibnya, ketika Musa dan pengikutnya meminum air itu, maka bagi mereka itu bukanlah darah melainkan air biasa. Jika rakyat Mesir pengingkar kenabian Musa ingin meminumnya, maka tiba-tiba air berubah menjadi darah.
Seperti sebelum-sebelumnya, mereka pun mendatangi Musa, dan mengatakan hal sama. Namun setelah Musa memanjatkan doa dan adzab telah diangkat, mereka pun kembali pada keingkaran. Bertubi-tubi Allah menimpakan adzab. Tentu saja bagi orang yang berakal, itu lebih dari cukup untuk menunjukkan kenabian Musa dan keesaan Allah. Namun warga Mesir telah buta hati. Mereka telah tersesat.
Kisah tentang adzab bagi rakyat Mesir ini dikisahkan dalam Alquran surah Al Araf ayat 130-136. Kisah lengkapnya, rujuklah Stories of the Prophets atau Qashashul Anbiya, karya Ibnu Katsir.