REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah SAW kerap menerima dan memberi hadiah kepada non-Muslim, seperti disebutkan di riwayat Ahmad dan Tirmidzi.
Karena itu, Syekh as-Sarkhasi dalam “Syarh as-Siyar al-Kabir”, memberi hadiah untuk non-Muslim, termasuk pekerti yang mulia.
Dua pekan sebelumnya, Syekh Yusuf al-Qaradhawi menegaskan pula tentang hukum diperbolehkannya ucapan Natal. Ini termasuk perbuatan baik kepada sesama. Dengan catatan, mereka tidak sedang memerangi Muslim.
Ucapan itu boleh ditempuh, apalagi jika ada hubungan emosional dengan mereka, seperti kerabat, tetangga, rekan bisnis, atau teman di sekolah.
Berdalih situasi dan kondisi kini telah berubah serta mengacu pada fikih kemudahan, maka ia memutuskan bersebarangan dengan pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim.
Selain nama di atas, pada dekade sebelumnya para pemuka Islam di Mesir telah mengambil sikap terlebih dahulu. Ada almarhum Grand Syekh al-Azhar, Prof Muhammad Sayyid Thanthawi, dan mantan Menteri Wakaf, Prof Mahmud Hamdi Zaqzuq.
Komisi Fatwa Lembaga Urusan Islam dan Wakaf Uni Emirat Arab memutuskan, hukum ucapan Natal boleh. Alasannya masih sama, ini adalah bentuk interaksi sosial.
Ini seperti ditegaskan Surah al-Mumtahanah ayat 8. Menurut lembaga ini, tak sepenuhnya Mazhab Hanbali yang menjadi rujukan sejumlah kalangan mengharamkan ucapan Natal.
Bahkan, salah satu riwayat dari Ahmad menyatakan hukumnya mutlak boleh. Ini seperti ditegaskan oleh Syekh Ibnu Abdus, seperti dinukilkan di kitab “Al-Inshaf” karya Imam al-Mardawi. Ada pula riwayat dari Ahmad yang menyatakan haram, makruh, ataupun boleh ketika ada maslahat.
Ketetapan ini juga merujuk hasil kajian dari Lembaga Kajian dan Fatwa Eropa. Sekalipun, dalam lembaga Kajian dan Fatwa Eropa muncul faksi ketidaksepakatan seperti yang ditunjukkan oleh salah satu anggota mereka Prof Muhammad Fuad al-Bazari.