REPUBLIKA.CO.ID, Berdasarkan kaidah fikih, pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak.”
“Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya.” Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya. (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
Dalam hadis yang diriwayat Ibnu Majah, Nabi bersabda, :Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
Fatwa tentang tabungan juga didasarkan pada ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
Sedangkan berpijak pada qiyas, transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah. Berdasarkan kaidah fikih, pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya; sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.