Rabu 21 Nov 2012 17:44 WIB

Hukum Mengadopsi Anak (1)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Mengangkat anak hendaknya tidak lantas mengubah status (nasab) dan agamanya.

Islam telah lama mengenal istilah tabbani, yang di era modern ini disebut adopsi atau pengangkatan anak.

Rasulullah SAW bahkan mempraktikkannya langsung, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.

Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya. Secara hukum anak itu bukanlah anaknya.

Adopsi dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan suami istri yang luas rezekinya, namun belum dikaruniai anak.

Maka itu, sangat baik jika mengambil anak orang lain yang kurang mampu, agar mendapat kasih sayang ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan belajar kepadanya.

Di Indonesia, peraturan terkait pengangkatan anak terdapat pada Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Demikian pula Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang turut memerhatikan aspek ini.

Pasal 171 huruf h KHI menyebutkan anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya, beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.

Kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama sudah memfatwakan tentang adopsi. Fatwa itu menjadi salah satu hasil Rapat Kerja Nasional MUI yang berlangsung Maret 1984.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement