REPUBLIKA.CO.ID, Islam menegaskan hukum bagi seseorang yang tidak mengakui telah meminjam barang atau uang orang lain, sehingga orang lain tadi mengalami kerugian dengan hilangnya barang atau uang yang dipinjamkan tersebut.
Hal ini dapat terjadi misalnya, karena dalam akad pinjam-meminjam tidak dilengkapi dengan pembukuan yang sah, sehingga peminjam dapat mengingkarinya.
Menurut Mazhab Hanbali dan az-Zahiri, orang yang meminjam barang orang lain kemudian mengingkarinya dihukum seperti hukuman orang yang melakukan pencurian, yaitu potong tangan.
Dasar pendapat mereka ini ialah hadis Nabi SAW yang menerangkan bahwa seorang wanita meminjam perhiasan wanita lain.
Setelah beberapa hari, wanita yang meminjamkan ini meminta perhiasannya dikembalikan, tetapi wanita peminjam tidak mengakui bahwa ia telah meminjamnya.
Persoalan ini disampaikan kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW memanggil wanita peminjam tadi dan menanyakan hal itu. Karena wanita yang bersangkutan tetap mengingkarinya, maka Rasulullah SAW memerintahkan sahabat pergi melakukan penggeledahan ke rumah wanita itu.
Di rumahnya, tepatnya di bawah tikar, ditemukan perhiasan yang dipinjamnya. Rasulullah SAW memerintahkan agar menghukum wanita tersebut dengan potong tangan. Kemudian para sahabat melakukannya. (HR. Abdur Razzaq).
Jumhur ulama, termasuk di dalamnya Imam Abu Hanifah, Imam Maiik, dan Imam as-Syafi’i, berpendapat bahwa orang yang mengingkari pinjaman tidak wajib dihukum dengan potong tangan. Ini karena potong tangan dalam Alquran hanya terhadap orang yang mencuri, sedangkan mengingkari pinjaman bukanlah perbuatan mencuri.
Pendapat ini mereka perkuat dengan hadis Nabi SAW yang diterima dari Jabir bin Abdullah RA yang menerangkan bahwa tidak ada hukum potong tangan bagi orang yang khianat. merampas, dan menipu (HR. Ahmad bin Hanbal).
Mengingkari pinjaman termasuk golongan pengkhianat. Oleh karena itu. menurut hadis di atas, tidak wajib potong tangan.