Ahad 18 Nov 2012 11:48 WIB

Iri Hati yang Dilarang (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: askmen.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sifat iri hati bisa membahayakan urusan agama dan dunia seseorang, tetapi tidak bisa membahayakan orang yang dihasudnya.

Wahai kaum Muslimin, bertakwalah kepada Allah, dan ketauhilah, sesungguhnya iri hati adalah perbuatan tercela dan dilarang oleh syariat agama.

Iri hati adalah ungkapan perasaan tidak senang seseorang terhadap apa yang diperolehkan saudaranya berupa kelebihan ataupun keunggulan.

Sifat iri hati bisa membahayakan urusan agama dan dunia seseorang, tetapi tidak bisa membahayakan orang yang dihasudnya.

Adapun bahaya yang menyangkut urusan agama seseorang ialah, karena seseorang yang berlaku hasud (iri hati) terkadang bisa membenci takdir Tuhan secara tidak langsung disebabkan rasa ketidaksenangannya terhadap nikmat-nikmat Allah yang dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya.

Ini jelas merupakan kotoran yang mengganjal di mata iman seseorang. Orang yang hasud didorong oleh rasa irinya yang mendalam, terkadang bisa mengucapkan caci maki terhadap orang-orang yang dihasudnya, bahkan dengan segala cara berupaya untuk menyakitinya.

Akan halnya bahaya terhadap urusan kehidupannya ialah, seorang yang hasud, hatinya senantiasa sakit dan sengsara.

Wahai kaum Muslimin, ketahuilah, sesungguhnya bentuk maksiat yang pertama kali terjadi di kalangan manusia ialah iri hati. Yakni, tatkala iblis merasa iri hati terhadap Nabi Adam, dan Qabil merasa iri hati terhadap Habil.

Iri hati senantiasa berkait erat dengan masalah kenikmatan. Ketika Allah SWT memberi kenikmatan kepada seorang hamba, lalu ada orang lain yang menginginkan kenikmatan seperti yang dimiliki hamba itu, tetapi ia tidak mengharapkan hilangnya kenikmatan tersebut dari orang yang dihasudnya, maka hasud semacam ini disebut ghibthah.

Jenis ini tidak dilarang dan dicela oleh syariat Islam. Dan apabila ia mengharapkan lenyapnya kenikmatan tersebut dari tangan orang yang dihasudnya, maka hasud jenis ini tercela dan terlarang dalam syariat, dan pelakunya adalah orang yang berbuat aniaya lagi tercela.

* Khutbah Masjidil Haram oleh Syekh Abdullah Ibnu Muhammad Al-Khulaifi, Khatib dan Imam Masjidil Haram

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement