REPUBLIKA.CO.ID, Frekuensi perdebatan meningkat pascaziarah Ali Jum’ah. Di Mesir sendiri, keputusan sang mufti menuai pro dan kontra.
Beberapa nama pendukungnya, antara lain, Wakil Ketua Kementerian Wakaf Mesir Prof Salim Abdul Jalil, mantan menteri wakaf Prof Mahmud Hamdi Zaqzuq, dan anggota Dewan Kajian Islam Mesir Prof Abdul Ghaffar Hilal.
Argumentasi mereka sama, kunjungan ke Yerusalem adalah wujud perlawanan atas konspirasi Yahudisasi kota tersebut. Dan, sama sekali bukan bentuk dukungan dan pengakuan atas eksistensi Israel hanya lantaran prosedur visa yang diberikan oleh mereka.
Namun sebaliknya, kritikan pedas juga datang menyikapi kunjungan Mufti Mesir tersebut. Syekh Yusuf al-Qaradhawi menyatakan, keputusan sang mufti mengunjugi al-Aqsha yang berada di cengkaraman Israel itu patut dipertanyakan sekaligus disayangkan.
Apa pun alasannya, al-Qaradhawi tidak bisa menerima argumentasi yang dikemukakan. Ia melihat, sang mufti berbuat kesalahan.
Syekh al-Azhar Mesir Prof Ahmad at-Thayyib tetap bersikukuh pada pandangannya, yaitu haram mengunjungi al-Aqsha selama di bawah jajahan Israel. Ada banyak bentuk dukungan selain kunjungan terhadap perjuangan rakyat Palestina yang bisa dilakukan, baik di dalam atau luar.
Pandangan serupa disampaikan oleh cendekiawan Muslim asal Mesir, Muhammad Imarah. Tak boleh bertandang ke Masjid al-Aqsha sampai semua hak warga Palestina atas tanah kelahiran meraka dikembalikan.
Mantan Rektor Universitas al- Azhar Mesir, Prof Umar Hasyim, juga tak sependapat dengan seruan ke Yerusalem selama masih dijajah Israel dan visa dikeluarkan oleh mereka. Umat Islam tidak boleh mengakui keberadaan Israel. Kunjungan boleh, jika visa dikeluarkan oleh Otoritas Palestina atau menggunakan jet pribadi tanpa harus melewati imigrasi Israel.
Persoalan ini memang pernah mencuat lebih dari 40 tahun lalu. Penolakan keras tidak hanya bermula dari Syekh al-Qaradhawi. Ada deretan ulama terkemuka yang menentang wisata ke al-Aqsha lewat visa Israel, seperti ketiga mantan Syekh al-Azhar Mesir, Prof Abdul Halim Mahmud dan Jadul Haq Ali, yang juga pernah menjabat Mufti Mesir, serta Syekh Thantawi.