Kamis 18 Oct 2012 12:47 WIB

Aturan Islam tentang Harta Rampasan Perang (4)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wallpaper.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Perbedaan antara ulama Mazhab Hanafi di satu pihak dan jumhur ulama di pihak lain terjadi karena perbedaan tentang waktu terwujudnya hak atas harta ghanimah itu.

Jumhur ulama, ulama Syiah Zaidiah dan Imamiah, dan ulama Mazhab Az-Zahiri berpendapat bahwa peralihan pemilikan harta rampasan dari tangan musuh ke tangan tentara Islam sudah terjadi ketika harta itu berhasil diambil dan dikuasai tentara Islam.

Sementara itu, menurut ulama Mazhab Hanafi, hal itu terwujud melalui tiga peringkat:

1. Ketika harta itu berhasil dirampas dan dikuasai tentara Islam di medan perang, maka terwujud prinsip hak secara umum.

2. Setelah harta ghanimah sampai di wilayah Islam dan belum dibagi-bagikan kepada yang berhak, hak umum itu diperkukuh; dan

3. Setelah dibagi-bagi, maka harta ghanimah menjadi hak milik pribadi.

Perbedaan pendapat tentang peralihan hak harta ghanimah itu menyebabkan munculnya perbedaan hukum tentang harta ghanimah yang masih berada di medan perang dan belum dibagi-bagikan. Perbedaan-perbedaan itu sebagai berikut:

1. Apabila seorang tentara Islam terbunuh di medan perang setelah harta ghanimah didapat, menurut jumhur ulama, haknya diwariskan kepada ahli warisnya, sementara menurut ulama Mazhab Hanafi. haknya tidak diwarisi oleh ahli warisnya.

2. Menurut jumhur ulama, imam boleh menjual harta ghanimah itu, sementara menurut ulama Mazhab Hanafi, imam tidak boleh menjualnya kecuali untuk kepentingan tentara.

3. Tentara yang merusak suatu barang ghanimah itu, menurut jumhur ulama, berkewajiban menggantinya, sementara menurut ulama Mazhab Hanafi, tidak wajib menggantinya. Bagi ulama Mazhab Hanafi, pendapat jumhur ulama tentang tiga masalah di atas baru berlaku setelah harta ghanimah itu membawa dan sampai di wilayah Islam.

Namun, semua ulama fikih sepakat bahwa berkhianat tentang harta ghanimah (gulul) ini hukumnya adalah haram karena dapat memecah-belah hati kaum Muslimin dan dapat menyebabkan kekalahan kaum Muslimin dalam peperangan.

Allah SWT berfirman, "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali Imran: 161).

Disamping itu, Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang seseorang bernama Karkarah, “Dia di dalam neraka." Para sahabat kemudian pergi melihat orang itu dan mendapatkan di sisinya barang (harta rampasan perang) yang dicurinya.” (HR. Bukhari).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement