Sabtu 06 Oct 2012 18:28 WIB

Hukum Merusak Tempat Ibadah (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah bom mobil meledak di depan Gereja Koptik al-Qiddissine, Alexandria, Mesir, pada Januari 2011.

Peristiwa tersebut mengakibatkan 21 orang meninggal dunia. Sebanyak 80 warga yang berada di sekitar lokasi terluka. Kejadian tersebut memicu ketegangan antara Islam dan Kristen di Negeri Piramida itu.

Respons masyarakat Mesir beragam. Sebagian kalangan setuju dengan aksi. Sedangkan, mayoritas mengecam tindak kriminal tersebut.

Selang beberapa waktu, sempalan Al- Qaida Irak mengklaim bertanggung jawab. Mereka berdalih, ini sebagai aksi balas dendam atas kabar penyekapan dua Muslimah mualaf yang sebelumnya beragama Kristen.

Apa pun motif di balik penyerangan, aksi serupa rawan terjadi di berbagai negara. Pemboman terhadap gereja atau tempat ibadah lainnya terjadi di kawasan mayoritas Muslim atau minoritas Islam. Pemicunya bisa jadi kompleks. Entah faktor kecemburuan sosial, provokasi pihak ketiga, atau motif-motif lainnya.

Apa pun alasannya, menurut Prof Khabab Marwan Al-Hamd, dalam kajian fikihnya bertajuk “Khat Al-Qalam fi Itsbat Anna Tafjir Kanisat al-Qiddisain Muharram”, aksi teror bom ataupun bentuk perusakan lainnya yang ditujukan ke rumah ibadah jelas tidak dibenarkan. Secara tegas ia menyatakan, hukumnya haram.

Menurutnya, kesimpulan itu muncul berdasarkan empat segi penilaian fikih, yaitu fikih dasar teks agama (fiqh an-nushsush), fikih maqashid atau subtansi syariah, fikih maslahat dan kerusakan (mafasid), fikih realita (fiqh al-waqi’), dan pemahaman atas dampak dari suatu aksi (fiqh i’tibar al-ma’alat).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement