Senin 17 Sep 2012 06:23 WIB

Kupas Tuntas Bid'ah (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah Darraz (wafat 1351 H/1932 M, ulama fikih asal Mesir) mengatakan, pemakaian kata bid’ah dalam syariat lebih bersifat khusus dari pemakaiannya dalam bahasa.

Dalam aspek kebahasaan, kata bid’ah dipakai untuk menamai segala hal yang baru. Sedangkan dalam syariat, kata bid’ah hanya dipakai untuk menjelaskan cara atau metode baru yang tidak mempunyai dasar pada Alquran dan sunah Nabi SAW.

Kelompok yang berpegang dalam pengertian pertama (aspek kebahasaan), membagi bid’ah atas dua bentuk, yaitu bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) atau bid’ah mahmudah (bid’ah yang terpuji) dan bid’ah sayyi'ah (bid’ah yang buruk) atau bid’ah mazmumah (bid’ah yang tercela).

Bidah hasanah ialah bid’ah yang sesuai dengan tujuan syarak, sekalipun tidak diperbuat oleh Rasulullah SAW, seperti mengumpulkan dan menulis Alquran. Sedangkan bid’ah sayyi'ah adalah bid’ah yang tidak sesuai dengan tujuan syarak, misalnya melakukan shalat Dzuhur sebanyak lima rakaat.

Selanjutnya mereka membagi bid’ah tersebut atas lima bentuk, yaitu;

1. Bidah al-wajibah (bid’ah yang wajib), yaitu segala sesuatu yang mendukung hal-hal yang wajib dan alasannya. Dalam bid’ah bentuk ini tercakup segala yang dapat memelihara agama dan dapat menjelaskan hukumnya, misalnya mengumpulkan dan menyusun mushaf Alquran atau menyebarkan ilmu yang dapat membantu memahami Alquran.

2. Bidah al-mandubah (bid’ah yang terpuji, sunah), yaitu segala sesuatu yang mendukung hal-hal yang sunah dan dalil-dalilnya, seperti shalat tarawih berjamaah di masjid atau membuat rambu-rambu jalan.

3. Bidah al-mubahah (bid’ah yang mubah), yaitu segala sesuatu yang mendukung hal-hal yang dibolehkan dan dalil-dalil syariatnya, seperti bersenang-senang dalam hal-hal yang baik atau santai dalam perjalanan.

4. Bidah al-makruhah (bid’ah yang makruh), yaitu segala sesuatu yang membawa kepada yang makruh, seperti berlebihan mengerjakan hal-hal sunah yang telah ditentukan batasnya oleh Rasulullah SAW. Misalnya, banyak melakukan shalat rawatib sehingga shalat wajibnya tertunda.

5. Bidah al-muharramah (bid’ah yang haram), yaitu segala sesuatu yang mendukung hal-hal yang haram. Bid’ah dalam bentuk ini disebut juga bid’ah al-haqiqiyyah (bid’ah yang hakiki), seperti mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan Alquran dan sunah Nabi SAW.

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement