Jumat 31 Aug 2012 07:31 WIB

Sewa Rahim, Bagaimana Hukumnya dalam Islam? (1)

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Endah Hapsari
Janin dalam rahim (ilustrasi).
Foto: ilmugizi.info
Janin dalam rahim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Memiliki keturunan adalah salah satu tujuan dari sebuah pernikahan. Hanya saja, tak semua wanita yang telah bersuami memiliki kemampuan untuk mengandung dan melahirkan jabang bayi. Adanya masalah pada organ reproduksi bisa menjadi penghalang dalam hal ini.

Namun, teknologi kedokteran terus berkembang. Berkat perkembangan itu, kini seorang wanita dapat menyewa rahim wanita lain untuk mengandung anaknya. Caranya, dengan mengambil sperma sang suami dan sel telur istri, kemudian embrio hasil inseminasi buatan antara sperma suami dan sel telur istri itu ditanam dalam rahim wanita lain tersebut. Nah, apakah Islam memperbolehkan praktik seperti ini?

Ulama terkemuka Dr Yusuf al-Qaradhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer mengatakan, masalah sewa rahim ini telah dibahas dalam sebuah seminar yang diadakan oleh organisasi Islam untuk ilmu-ilmu kedokteran di Kuwait. Seminar itu diikuti oleh para ahli fikih dan para pakar di bidang kedokteran.

Setelah membahas dan mempelajari masalah tersebut, mereka sepakat untuk mengeluarkan fatwa. Yakni, suami dan istri atau salah satu dari keduanya dianjurkan untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka untuk mendapatkan anak. Namun disyaratkan, sperma harus milik sang suami dan sel telur milik istri, demikian pula rahimnya. Artinya, tidak ada pihak ketiga di antara mereka. Praktik seperti ini diterapkan dalam prosedur bayi tabung.

Namun, lanjut al-Qaradhawi, jika sperma berasal dari laki-laki lain, baik diketahui maupun tidak, ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri tapi rahimnya milik wanita lain, ini pun tidak diperbolehkan.

Ketidakbolehan ini dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan yang membingungkan, yakni siapakah ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?" Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauan sendiri. (Bersambung)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement