REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Fakta-fakta ilmiah dalam Alquran membuat Eesa terpikat menjadi seorang mualaf. Dia baru berusia tiga belas tahun ketika ia menjadi seorang Muslim.
Dikutip dari About Islam (aboutislam.net), sebelum menjadi mualaf, saat usianya masih 10 tahun, dia memiliki kehidupan yang biasa-biasa saja. Pergi ke sekolah dan bergaul dengan teman-temannya.
Saat di sekolah menengah, saudara sepupunya, yang berusia lima belas tahun waktu itu, menjadi mualaf. Sepupunya itu biasa datang ke rumah dan memberi tahu keluarga Eesa tentang Islam.
Terjadi perdebatan pendapat antara sepupunya dengan semua anggota keluarga Eesa. Eesa pun hanya diam dan mendengarkan.
Suatu hari, sepupunya meminta Eesa untuk datang ke rumahnya. Sepupunya itu menunjukkan Alquran kepada Eesa dan bertanya apakah Eesa mengetahuinya (Alquran). Eesa menjawab "tidak". Sepupunya menjelaskan bahwa itu seperti kitab yang dimiliki agama lain. Dan, Alquran adalah kitabnya umat Islam.
Kepada sepupunya, Eesa mengaku tidak tahu apa-apa tentang Muslim. Eesa hanya tahu apa yang dikatakan ibunya tentang agama saat itu yang dianutnya.
Sepupunya berbicara kepadanya tentang Allah yang Mahakuasa. Dan, dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan membawa Alquran dari Allah SWT. Dia mengatakan bahwa bukan Muhammad yang mengarang Alquran, tetapi Allah yang memberikan kepada Nabi Muhammad.
Ilmu Pengetahuan
Yang paling menarik perhatian Eesa dari Alquran adalah soal pembentukan bayi di rahim ibu, bintang-bintang, dan lautan. Eesa mengagumi bagaimana ilmu pengetahuan saat ini membenarkan fakta-fakta yang ada di Alquran. Eesa mengagumi fakta-fakta dalam Alquran tersebut. Termasuk soal ilmu pengetahuan tentang perbintangan di Alquran.
Eesa merasa ajaran Islam itu masuk akal. Salah satu contohnya adalah dia mengerti mengapa alkohol dalam Islam dilarang. Masuk akal baginya, karena banyak bahaya yang muncul dari minuman alkohol ini.
Usai menjadi seorang mualaf, Eesa melaksanakan sholat sebanyak lima kali dalam sehari. Eesa mengikuti cara makan dan berpakaian dalam Islam.
Awalnya, Eesa dia tidak memberi tahu siapa pun bahwa dia telah masuk Islam. Dia merasa belum siap menghadapi komentar dan kritik. Dia masih tidak tahu persis apa yang dimaksud Islam.
Saat itu, yang dia pikirkan adalah menyimpan keislamannya untuk sementara waktu. Dia tidak mengenal orang lain yang Muslim kecuali sepupunya.
Suatu ketika, Eesa mendapatkan buku-buku tentang tauhid dari toko buku Islam setempat. Eesa juga mendapatkan buku tentang doa, puasa, dan tentang kehidupan Nabi Muhammad.
Setelah tiga atau empat bulan, Eesa menghadiri pengajian di rumah Abdur Rahman Green di London Selatan, Inggris. Pengajian dilakukan di ruang depan rumah. Meski sempit, semua yang hadir mendengarkan ceramah dengan penuh perhatian. Dari pertemuan pengajian ini, Eesa mengatakan bahwa dia belajar banyak dari dasar-dasar Islam dalam pertemuan yang menginspirasi ini.
Soal pergaulan, Eesa mengatakan bahwa dia tidak dikucilkan dari kalangan dari non-Muslim. Di rumah Abdurrahman Green, tempatnya mengaji, ia belajar tentang jenis tempat dan lingkungan seorang Muslim harus berada, dan apa yang harus dan tidak boleh ia lakukan. Eesa melihat bahwa tidak ada yang salah untuk berinteraksi dengan non-Muslim, dengan syarat tidak melakukan sesuatu yang dilarang. Dia mengatakan bahwa dia dan teman-teman non-Muslimnya berbicara dan bersenang-senang dan baik satu sama lain.
Eesa mengatakan, sebagai seorang Muslim, tidak boleh malas untuk mencari pengetahuan tentang Islam. Dan, tempat terbaik untuk memastikan pengetahuan Islam yang benar adalah membaca Alquran dan hadits.
Kemudian, Eesa menyarankan bahwa seorang Muslim, harus mempelajari tentang kehidupan para sahabat. Dan, melihat bagaimana mereka mempraktikkan Islam. Karena, para sahabat menerima Islam langsung dari Nabi Muhammad.