Rabu 06 Jun 2012 19:05 WIB

Menyembelih Keserakahan (2)

Ilustrasi
Foto: whatlistening.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Ironisnya, sistem kapitalisme seakan menjadi motor paling kuat di dalam menjalankan roda pembangunan di berbagai negara, termasuk di negeri kita selama beberapa dasawarsa terakhir.

Seolah-olah, pemerintah tak berdaya menghindar dari jaringan sistem ini. Akibatnya, perubahan nilai-nilai sosial ekonomi di dalam masyarakat kita semakin cepat dan jauh meninggalkan tradisi luhur dan kearifan lokal kita.

Tentu kita tidak tepat meratapi sebuah hasil pemikiran, tetapi selalu ada peluang untuk melakukan revisi dan perbaikan dari padanya. Apa, bagaimana, dan dari mana kita memulainya, menjadi pekerjaan rumah penting bagi semua para ekonom, politikus, dan agamawan.

Idul Qurban yang berlangsung setiap tahun dapat dijadikan momentum untuk mengevaluasi strategi dasar pemikiran yang membuat manusia sengsara dan menjadi korban. Peristiwa yang diperingati pada setiap Hari Raya Idul Qurban (Idul Adha) sesungguhnya merupakan peristiwa simbolis, yaitu pernyataan kesediaan untuk mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai demi tujuan yang lebih mulia.

Orang yang disembelih (Ishaq menurut Yahudi dan Ismail menurut Islam) adalah lambang terhadap sesuatu yang amat kita cintai. Sekian lama Ibrahim/Abraham merindukan anak keturunan, akhirnya di usia senjanya dapat dikarunia anak yang betul-betul saleh.

Namun, ia diuji Tuhan agar anak itu disembelih dan Ibrahim bersama keluarganya dinilai lulus dari ujian itu, lalu anaknya diganti dengan seekor kambing. Kambing inilah yang disembelih lalu dagingnya dibagikan kepada kaum fakir miskin.

Jika lambang kecintaan Ibrahim adalah Islamil, anaknya, maka tentu orang lain memiliki lambang kecintaannya masing-masing. Boleh jadi "Ismail-Ismail" orang mengambil bentuk berupa rumah atau kendaraan mewah, deposito atau surat-surat berharga, emas perhiasan, dan properti lainnya. Pertanyaannya, sanggupkah kita mengorbangkan semua itu demi suatu tujuan mulia?

Secara inplisit, peristiwa Idul Qurban mempunyai pesan kesediaan untuk menyembelih keserakahan, dengan kata lain dari mengendalikan diri. Tidak banyak artinya memperingati Hari Raya Idul Qurban, sekalipun menyembelih beberapa ekor sapi, tetapi tetap tidak mampu menyembelih nafsu keserakahannya. Apakah itu keserakahan harta benda, seksual, maupun politik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement