REPUBLIKA.CO.ID, Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan kondisi, berbagai persoalan entah klise ataupun baru, selalu muncul di tengah-tengah masyarakat.
Umat Islam kerap dihadapkan pada kegamangan, setiap kali perubahan zaman terjadi. Tak heran jika selalu muncul pertanyaan, apakah perubahan itu sesuai dengan syariat Islam?
Guna menjawab kegamangan itu, umat membutuhkan sebuah fatwa dari para ulama. Fatwa ibarat setetes air di saat dahaga. Fatwa dari sosok alim dianggap menjadi jawaban yang memberikan jaminan ketenangan dan keyakinan, terutama jika ditinjau dari aspek syariatnya.
Sedangkan tradisi saling bertanya dan memberikan fatwa dalam agama Islam menjadi praktik budaya ilmiah yang tetap terpelihara. Tradisi fatwa tidak hanya dikenal di kalangan salaf (ulama terdahulu). Para ulama masa kini juga menggunakan konsep fatwa sebagai metode untuk mengeksplor perspektif syariah dalam menyikapi ragam problematika yang ada.
Kedudukan fatwa, sebagaimana ditegaskan oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, sangat krusial dan mempunyai keistimewaan. Faktor otoritas ulama sebagai mufti dan pewaris para nabi lebih memengaruhi kedudukan tersebut.
Berangkat dari fakta inilah, seorang mufti, oleh Hashkafi seperti tertulis dalam kitabnya Ad-Durr Al-Mukhtarbukanlah figur yang dikenal kefasikannya. Independensi dan kredibilitas mufti adalah syarat mutlak bagi akseptabilitas fatwa.
Mereka yang dikenal fasik dengan sendirinya tak memiliki otoritas mengeluarkan fatwa. Menurut sejumlah kalangan, bahkan mereka yang terkenal fasik haram mengeluarkan fatwa. Kriteria seperti ini tampaknya menjadi bukti kuat akan bobot fatwa yang dikeluarkan.
Di Mesir, eksistensi lembaga fatwa Dar Al-Ifta memiliki posisi strategis. Komposisi mereka yang tergabung dalam lembaga itu mempunyai kompetensi dan kapasitas penguasaan ilmu syariah. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan lembaga itu kerap dijadikan referensi utama bagi umat Islam.
Kodifikasi fatwa yang pernah dikeluarkan Dar Al-Ifta oleh pemerintah setempat diadopsi dalam banyak kebijakan mereka. Walaupun jika ditinjau dari aspek syariahnya, berbeda dengan legalitas keputusan seorang hakim, legalitas fatwa yang disimpulkan oleh mufti itu sendiri pada dasarnya tidak mengikat.
Fungsi fatwa pada prinsipnya bukanlah hukum ataupun putusan yang mengikat dan lazim dilaksanakan. Sebab, fatwa merupakan reaksi dan jawaban atas pertanyaan terkait hukum permasalahan tertentu. Fatwa tak ubahnya informasi dari seorang penjawab kepada pihak yang bertanya.