Jumat 26 May 2017 06:33 WIB

Santri di Pesantren Ini Sudah Shalat Tarawih Semalam

Shalat tarawih (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Shalat tarawih (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Ratusan santri dan warga di sekitar Pondok Pesantren Mahfiludluror di Desa Suger Kidul, Kabupaten Jember, Jawa Timur, melaksanakan shalat tarawih, Kamis malam.

"Kami melaksanakan shalat tarawih malam ini sesuai dengan penetapan awal puasa berdasarkan Kitab Nazhatul Majalis karangan Syeh Abdurrahman As Shufuri As Syafi'i yang dicetak di Lebanon," kata Pengasuh Pesantren Mahfiludluror K.H. Ali Wafa di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember, Kamis.

Pesantren yang berada di perbatasan Kabupaten Jember dengan Kabupaten Bondowoso itu, beberapa kali melaksanakan puasa lebih awal sebelum pemerintah menetapkan awal Ramadhan berdasarkan sidang isbat di Kementerian Agama.

"Keyakinan itu sudah ada sejak pesantren ini didirikan tahun 1926 dan diikuti oleh alumni pondok pesantren yang kini berada di berbagai daerah, bahkan warga di Desa Suger Kidul serta sebagian warga di Kabupaten Bondowoso juga mengikuti penentuan puasa di Pesantren Mahfiludluror," katanya.

Ia menjelaskan penetapan awal puasa itu berdasarkan keyakinan yang menggunakan acuan sistem khumasi (dari bahasa Arab artinya lima/khomsatun), yang berdasarkan pada Kitab Nazhatul Majalis, karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i.

"Sistem penghitungan khumasi, yakni penentuan awal puasa tahun ini bisa ditentukan dengan cara menghitung lima hari dari awal puasa tahun sebelumnya. Awal Ramadhan tahun lalu jatuh pada Senin, sehingga tahun ini awal puasa jatuh pada Jumat," katanya.

Kendati demikian, kata dia, beberapa kali penetapan awal puasa di pesantren yang didirikan kakek K.H. Ali Wafa yang berada di Desa Suger Kidul itu, pernah bersamaan dengan pemerintah.

"Tahun lalu, kami menjalankan ibadah puasa bersamaan dengan pemerintah karena kebetulan penghitungan khumasi sama dengan hasil sidang isbat Kementerian Agama dan bersamaan dengan Muhammadiyah juga," ucapnya.

Ali Wafa mengatakan warga dan alumni Pesantren Mahfiludluror tersebut menghargai perbedaan yang ada dan tetap hidup rukun dengan umat Islam di sekitarnya yang menjalankan ibadah puasa berdasarkan penetapan pemerintah.

"Perbedaan yang ada terkait penentuan awal puasa berdasarkan keyakinan masing-masing orang muslim, sehingga perbedaan itu tidak perlu memicu konflik di kalangan umat Islam," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement