Rabu 19 Nov 2025 09:10 WIB

Awal Mula Lahirnya Mataram islam, Rahim Keraton Surakarta yang Tengah Saling Klaim Takhta

Sutawijaya memimpin Mataram dan menjadikan wilayahnya sebagai pusat kerajaan.

Pengunjung mengamati karya sastra pada pameran imersifa bertajuk Kawya Stories of the Ancient di Museum Radya Pustaka Solo, Jawa Tengah, Rabu (30/10/2024). Pameran tersebut menyajikan karya-karya pujangga dari era Kerajaan Hindu-Budha hingga Mataram Islam serta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat guna meningkatkan minat generasi muda terhadap museum dan warisan budaya Nusantara. 
Foto: ANTARAFOTO/Maulana Surya
Pengunjung mengamati karya sastra pada pameran imersifa bertajuk Kawya Stories of the Ancient di Museum Radya Pustaka Solo, Jawa Tengah, Rabu (30/10/2024). Pameran tersebut menyajikan karya-karya pujangga dari era Kerajaan Hindu-Budha hingga Mataram Islam serta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat guna meningkatkan minat generasi muda terhadap museum dan warisan budaya Nusantara. 

REPUBLIKA.CO.ID, Saling klaim takhta yang tengah terjadi di Keraton Surakarta memantik perhatian publik. Konflik internal keraton yang berada di timur Jogjakarta tersebut memang sudah terjadi berabad-abad sebelumnya, tak terkecuali saat berdirinya Mataram Islam yang menjadi rahim berdirinya Keraton Surakarta yang terpecah dengan Keraton Yogyakarta selepas Perjanjian Giyanti diteken atas persetujuan VOC Belanda. 

Kerajaan Mataram Islam tak lepas dari Pajang. Sebuah kerajaan yang lahir dari hadiah Sultan Hadiwijaya kepada Sutawijaya.  Dalam Babad Tanah Jawi tertulis sebuah kisah heroik yang menggambarkan sosok pendiri Kerajaan Pajang, Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir.

Baca Juga

Dalam babad itu disebutkan, Jaka Tingkir yang bernama asli Mas Karebet merupakan putra dari Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga dan Nyai Ageng Pengging. Nama Tingkir disematkan padanya karena ketika ibunya meninggal, Mas Karebet diangkat anak oleh Nyai Ageng Tingkir, janda dari Ki Ageng Tingkir.

Ayah Jaka Tingkir, Ki Ageng Pengging, meninggal saat Mas Karebet (Jaka Tingkir) berusia 10 tahun. Ayahnya dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak.

photo
Wisatawan berkunjung di Keraton Yogyakarta, Selasa (20/12/2022). Kunjungan wisatawan ke Keraton Yogyakarta meningkat pascaujian semester sekolah hingga nanti libur sekolah. Keraton Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata edukasi tentang sejarah Mataram Islam. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Walau demikian, Jaka Tingkir tetap punya keinginan untuk mengabdi pada Kerajaan Demak. Karena itu, masa mudanya banyak dihabiskan untuk mendalami ilmu kanuragan (bela diri) sebagai bekal menjadi abdi dalem Kerajaan Demak. Ia pun akhirnya diangkat menjadi kepala prajurit Demak.

Sayangnya, saat penerimaan calon prajurit baru, seorang pelamar bernama Dadungawuk yang begitu sombong dan angkuh pada lainnya menjadi petaka bagi Jaka Tingkir. Ia membunuh Dadungawuk. Akibat perbuatannya, Jaka Tingkir diberhentikan.

Walau begitu, keinginannya untuk mengabdi pada Demak belum sirna. Berbagai cara dilakukannya hingga akhirnya ia mampu menaklukkan buaya yang ada di Sungai Kedung Srengenge dan Kebo Danu (seekor kerbau yang mengamuk karena diberi mantra). Sang kerbau menyerang peristirahatan Trenggana, raden dari Kerajaan Demak yang sedang berwisata. Dan, Jaka Tingkir mampu menaklukkannya.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement