Selasa 04 Nov 2025 19:09 WIB

Soal Pemerataan Kuota Haji, Kemenhaj: Ini Penataan Berkeadilan

Ada ketimpangan antara daerah dengan antrean sangat panjang dan yang singkat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa
ILUSTRASI Calon jamaah haji
Foto: Dok Republika/Rakhmawaty La'lang
ILUSTRASI Calon jamaah haji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia (RI) menegaskan bahwa kebijakan pemerataan kuota haji nasional yang akan mulai diterapkan pada musim haji 1447 H/2026 M bukanlah bentuk pengurangan, melainkan penataan ulang kuota agar lebih adil dan proporsional bagi seluruh calon jamaah haji di Indonesia.

Juru Bicara Kementerian Haji dan Umrah, Ichsan Marsha menjelaskan, prinsip utama kebijakan ini adalah menghadirkan rasa keadilan dan kepastian bagi semua pendaftar haji dari berbagai provinsi.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Menurutnya, selama ini terdapat ketimpangan signifikan antara daerah dengan antrean sangat panjang dan daerah yang waktu tunggunya relatif singkat.

“Terkait alokasi kuota, prinsip yang ingin kita pertegas dan hadirkan dalam pemerataan kuota haji nasional bukanlah pengurangan, melainkan penataan ulang agar lebih berkeadilan,” ujar Ichsan saat dihubungi Republika, Selasa (4/11/2025).

Ia menambahkan, kebijakan redistribusi kuota ini dilakukan berdasarkan kajian dan penghitungan yang sepenuhnya merujuk pada ketentuan undang-undang. Kemenhaj, kata Ichsan, mendasarkan perhitungannya pada data antrean jamaah di seluruh Indonesia dengan mempertimbangkan masa tunggu rata-rata di tiap provinsi.

“Kemenhaj mencoba melakukan kajian dan penghitungan yang sepenuhnya merujuk kepada undang-undang, yakni terkait redistribusi kuota antarprovinsi secara proporsional berdasarkan data antrean atau masa tunggu jamaah dari seluruh Indonesia," ucap Ichsan.

Menurutnya, hal ini bertujuan agar muncul rasa keadilan dan kepastian keberangkatan bagi semua calon jamaah haji yang sudah mendaftar. "Tujuannya agar menghadirkan rasa keadilan dan kepastian keberangkatan bagi para pendaftar haji," katanya.

Dari hasil kajian tersebut, lanjutnya, muncul angka 26 tahun sebagai masa tunggu rata-rata nasional yang akan menjadi acuan baru dalam penetapan kuota di setiap provinsi. Dengan demikian, daerah dengan antrean sangat panjang, seperti Jawa Barat akan mendapatkan penyesuaian agar masa tunggunya tidak terlalu jauh berbeda dengan provinsi lain.

"Penyesuaian terkait kebijakan ini dilakukan terukur merujuk kepada alokasi yang diterima masing-masing provinsi," jelasnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement