Selasa 04 Nov 2025 03:39 WIB

Jamaah Jabar Berkurang 9000 Orang Tahun Depan, Persis Minta Evalusi Pemerataan Masa Tunggu Haji

Di Jawa Barat pun memiliki perbedaan waktu tunggu berangkat haji.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Jamaah haji penumpang pesawat Saudia Airlines SV-5688 berjalan menuju bus di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupeten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (21/6/2025). Sebanyak 376 jamaah haji yang menumpangi pesawat Saudi Airlines SV-5688 dengan rute Jeddah Arab Saudi-Surabaya dipindahkan ke hotel usai mendarat darurat di Bandara Internasional Kualanamu setelah dugaan menerima ancaman bom di dalam pesawat yang dikirim melalui pesan email.
Foto: ANTARA FOTO/Yudi Manar
Jamaah haji penumpang pesawat Saudia Airlines SV-5688 berjalan menuju bus di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupeten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (21/6/2025). Sebanyak 376 jamaah haji yang menumpangi pesawat Saudi Airlines SV-5688 dengan rute Jeddah Arab Saudi-Surabaya dipindahkan ke hotel usai mendarat darurat di Bandara Internasional Kualanamu setelah dugaan menerima ancaman bom di dalam pesawat yang dikirim melalui pesan email.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Bidang Dakwah Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), KH Uus Muhammad Ruhiyat menilai kebijakan pemerataan masa tunggu haji secara nasional perlu dikaji ulang oleh pemerintah. Menurut dia, penyamaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi daerah dengan jumlah penduduk yang besar, seperti Jawa Barat.

Hal ini disampaikan Kiai Uus merespons kabar kuota haji Provinsi Jawa Barat tahun depan yang terancam berkurang sekitar 9.000 jamaah akibat kebijakan penyamaan masa tunggu haji nasional yang yang diterapkan Kementerian Haji dan Umrah RI untuk musim Haji 2026.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

“Pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah seyogyanya tidak terburu-buru menetapkan masa tunggu antrean yang disamaratakan secara nasional dengan dalih penyamaan masa tunggu,” ujar Kiai Uus kepada Republika, Senin (3/11/2025).

Menurut dia, penyamaan antrean tanpa mempertimbangkan perbedaan jumlah penduduk justru bisa menimbulkan rasa ketidakadilan di masyarakat. Dia menjelaskan, jumlah penduduk yang gemuk dan yang kurus disamaratakan masa antreannya belum tentu dapat diterima oleh daerah yang penduduknya lebih banyak.

"Jumlah penduduk yang gemuk dengan jumlah penduduk yang kurus disamaratakan masa antreannya belum tentu dapat diterima oleh daerah yang jumlah penduduknya gemuk," ucap dia. "Oleh karena itu seyogyanya Kementrian Haji dan Umrah mengkaji ulang kebijakan tersebut," tambah dia. 

photo
Petugas membongkar muat koper jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) pertama saat tiba di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh, Sabtu (28/6/2025). Sebanyak 393 jamaah haji kloter pertama asal kota Banda Aceh tiba di tanah air setelah menunaikan ibadah ditanah suci. - (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement