Selasa 21 Oct 2025 12:29 WIB

Hari Santri, ICMI Minta Jangan Ada Pihak Diskreditkan Pola Pendidikan Pesantren

Pesantren terbukti menjadi pilar penting dalam membentuk karakter bangsa.

Wakil Ketua ICMI Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia, Prof Dr Mochammad Najib.
Foto: ICMI
Wakil Ketua ICMI Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia, Prof Dr Mochammad Najib.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati Hari Santri Nasional, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mengimbau seluruh pihak tidak mendiskreditkan pola pendidikan pesantren.

Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua ICMI Bidang Pendidikan dan Sumber Daya Manusia, Prof Dr Mochammad Najib, Senin (20/10/2025) di Jakarta, menyusul pemberitaan mengenai robohnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo yang sempat menjadi sorotan media nasional, serta viralnya tayangan salah satu stasiun televisi swasta nasional, Trans 7 yang menyudutkan kultur santri di Pesantren Lirboyo sebagai budaya feodal dan penindasan santri.

Menurut dia, insiden robohnya salah satu bangunan di Al-Khoziny tersebut memang menyedihkan dan harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama dalam hal pengawasan dan peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan.

‘’Namun, kasus itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meragukan atau merendahkan sistem pendidikan pesantren secara keseluruhan," kata Najib menegaskan.

Selain itu, media diminta jangan memperkeruh dan ikut mendiskreditkaan kultur kehidupan dan pola pendidikan santri di pesantren, yang memang ikut membentuk karakter santri itu. Sebab, setiap lembaga pendidikan memiliki kekhasan masing-masing.

“Pesantren terbukti menjadi pilar penting dalam membentuk karakter bangsa, menanamkan nilai keislaman, kebangsaan, dan kebhinekaan. Jangan sampai satu insiden jadi alasan untuk menggeneralisasi dan mendiskreditkan seluruh pesantren,” Kata Najib.

Faktanya menurut Najib, banyak alumnus pesantren yang sukses dalam menjalankan profesinya di berbagai bidang dan memberikan kontribusi positif yang tidak sedikit bagi bangsa dan negara Indonesia.

"Santri ada yang jadi pengusaha, militer, politisi, pejabat publik hingga selebritis. Ini bukti, bahwa pendidikan pesantren mampu membentuk karakter alumnusnya sebagai insan yang adaptif dan produktif di berbagai lini," terang Najib.

Ia juga menyoroti pentingnya peran media dalam membingkai informasi secara adil dan proporsional. Tayangan yang menyoroti kekurangan pesantren tanpa memberikan konteks yang utuh, menurutnya, berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap lembaga pendidikan Islam tradisional tersebut.

"Pola pendidikan pesantren berbeda dengan kultur pendidikan Barat, jadi jangan memandang sistem pesantren menggunakan perspektif budaya Barat yang serba permisif, bisa rusak bangsa ini jika begitu," tambah Najib.

ICMI mendorong pemerintah dan masyarakat bersama-sama memperkuat pesantren, baik dari sisi kurikulum, manajemen kelembagaan, hingga infrastruktur. Najib menambahkan pesantren memiliki keunikan dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan sosial.

“Momentum Hari Santri ini seharusnya menjadi refleksi bersama untuk memperkuat peran pesantren dalam membangun peradaban bangsa, bukan malah melemahkannya dengan narasi-narasi yang tidak proporsional, bahkan mendiskreditkan dan membandingkan dengan pemikiran kiri,” ujarnya.

ICMI juga mengajak pemangku kepentingan menjadikan Hari Santri sebagai titik tolak dalam memperkuat kolaborasi antara pesantren, pemerintah, dan masyarakat luas demi menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement