REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Kontingen Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil meraih penampil seni kedaerahan terbaik dalam ajang Qasidah Rebana Kolaborasi Festival Seni Budaya Islam 2025 tingkat nasional, di rangkaian kegiatan Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) ke-28 di Kendari, Sultra.
Qasidah Rebana adalah salah satu bentuk kesenian musik tradisional bernapaskan Islam yang populer di Indonesia. Kesenian ini menggabungkan dua unsur utama: qasidah, yaitu syair-syair yang berisi puji-pujian, dakwah, atau ajaran Islam, dengan iringan alat musik rebana.
Alunan musik ini dimainkan dengan menggunakan alat musik perkusi berbentuk bulat pipih dengan kulit yang direntangkan, yang telah erat kaitannya dengan penyebaran Islam sejak awal kemunculannya. Interaksi antara syair religius dan irama tabuhan rebana menciptakan sebuah harmoni yang bukan hanya enak didengar, tetapi juga memiliki fungsi dakwah dan penyemarak acara keagamaan.
Asal-usul Qasidah Rebana berakar dari tradisi Islam di Timur Tengah dan kemudian menyebar ke Indonesia seiring dengan masuknya agama Islam. Di Indonesia, kesenian ini diperkenalkan oleh para penyebar agama, salah satunya adalah Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi pada abad ke-13, yang menggunakan musik ini sebagai sarana untuk menyebarkan syiar Islam.
Dalam konteks sejarah, kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah disambut dengan syair dan iringan rebana oleh para sahabat, yang menjadi inspirasi bagi kesenian ini. Oleh karena itu, Qasidah Rebana tidak hanya menjadi hiburan, melainkan juga simbol kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Secara khas, pertunjukan Qasidah Rebana umumnya melibatkan sekelompok orang yang melantunkan syair-syair Islami dengan diiringi oleh tabuhan rebana. Meskipun inti dari musik ini adalah rebana, seringkali juga ditambahkan instrumen perkusi lainnya, seperti tamborin, untuk memperkaya irama. Lirik-liriknya berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, nasihat kebaikan, serta ajaran moral yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada pendengarnya.
Di Indonesia, Qasidah Rebana telah mengalami perkembangan dan adaptasi seiring berjalannya waktu. Selain bentuk tradisionalnya, muncul pula bentuk qasidah modern yang menggabungkan instrumen musik lain, seperti organ atau gitar, dan mengusung aransemen yang lebih variatif. Meskipun demikian, esensi dan tujuan dari kesenian ini, yaitu sebagai media dakwah dan hiburan bernapaskan Islam, tetap terjaga. Kesenian ini sering dipentaskan dalam berbagai acara keagamaan, seperti perayaan hari besar Islam, pernikahan, atau festival, dan terus dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sultra Muhammad Saleh saat ditemui di Kendari, Rabu, mengatakan bahwa kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Penerangan Agama Islam (Penais) melalui Subdit Seni Budaya dan Siaran Keagamaan Islam Kemenag Republik Indonesia.
"Festival ini menjadi bagian dari rangkaian Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Nasional ke-28, yang diikuti 34 provinsi di Indonesia," kata Muhammad Saleh.
Dia menyebutkan bahwa penjurian tingkat nasional dilakukan secara daring pada September 2025 dan menghasilkan enam grup qasidah terbaik yang lolos ke babak grand final.
Muhammad Saleh menyampaikan bahwa kegiatan ini sebelumnya telah dilaksanakan di tingkat provinsi.
"Kemudian, para pemenang terbaik melaju ke tingkat nasional mewakili provinsinya masing-masing," ujarnya.
Muhammad Saleh mengungkapkan bahwa enam provinsi yang masuk ke dalam grand final tersebut, antara lain Bali (Bismillah), Jawa Barat (El-Lazka), Kalimantan Tengah (Hidayatul Ihsan), Jawa Timur (MAN Satoe Voice), Banten (Kabupaten Tangerang) dan Sumatera Utara (Syaf An-Nur).
Ia menambahkan bahwa dalam ajang tersebut, Provinsi Sulawesi Tenggara yang diwakili oleh Kabupaten Muna berhasil meraih kategori penampil seni kedaerahan terbaik.
“Adapun hasil akhir kompetisi menetapkan Jawa Timur sebagai Juara 1, Kalimantan Tengah Juara 2, dan Bali Juara 3,” tambah Muhammad Saleh.