REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tahun pascaperistiwa bersejarah Badai Al Aqsa pada 7 Oktober 2023, dunia masih merasakan getarannya. Badai Al Aqsa bukan sekadar perlawanan bersenjata, melainkan tonggak sejarah yang menjadi marwah Bangsa Palestina dan membangkitkan solidaritas global yang tak terbendung.
Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG) Muhammad Anshorullah mengatakan Badai Al Aqsa telah membuka mata dunia bahwa perjuangan Palestina adalah perjuangan kemanusiaan, sementara wajah asli zionisme adalah penjajahan dan genosida.
“Selasa, 7 Oktober 2025, genap 730 hari genosida zionis Israel di Jalur Gaza. Dalam 24 jam terakhir, 21 warga Palestina gugur syahid dan 96 lainnya luka-luka. Sejak dimulainya apa yang disebut koridor bantuan Amerika–Zionis pada 26 Mei 2025, tercatat 2.610 syahid dan 19.143 luka-luka,” kata Anshorullah kepada Republika, Rabu (8/10/2025).
Ia menambahkan, sejak 18 Maret 2025, jumlah korban mencapai 13.568 syahid dan 57.638 terluka. Secara total, terhitung sejak 7 Oktober 2023 hingga kini, sebanyak 67.160 syahid dan 169.679 terluka. “Angka-angka ini bukti sahih bahwa yang terjadi di Gaza adalah genosida sistematis, bukan serangan balasan sebagaimana klaim antek-antek zionis,” ujarnya.
AWG menyebut, alih-alih berani menghadapi faksi-faksi pejuang, entitas penjajah justru menyasar masyarakat sipil yang tak bersenjata. “Inilah wajah asli zionisme: penjajahan, pembersihan etnis, dan pemusnahan bangsa,” katanya.
Dalam peringatan dua tahun Badai Al Aqsa, AWG menyampaikan tujuh poin pernyataan sikap sebagai berikut.
1. Operasi Badai Al Aqsa merupakan respons Bangsa Palestina terhadap nakba (malapetaka) yang masih terus berlangsung. Berbagai operasi yang dilakukan bangsa Palestina adalah perlawanan sah terhadap penjajahan zionis Israel. Perjuangan rakyat Palestina sejak 1947, termasuk peristiwa 7 Oktober 2023, merupakan bagian dari upaya mempertahankan tanah air dan tempat suci mereka.