Selasa 07 Oct 2025 04:50 WIB

Greta Thunberg: Kami Bukan Pahlawan

Greta tiba di Yunani setelah Zionis Israel mendeportasinya lewat Bandara Eilat.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: A.Syalaby Ichsan
Aktivis Kemanusiaan Greta Thunberg, Thiago Avila dan Yasemin Akar tiba di Pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia, Ahad (6/9/2025). Kedatangan para aktivis dan relawan dari berbagai negara yang berangkat dari Spanyol disambut antusias oleh para delegasi dan warga Tunisia. Ketiga aktivis bersama ratusan relawan dari 44 negara tersebut akan melakukan pelayaran dari Tunisia menuju Gaza untuk membuka koridor kemanusiaan  untuk masyarakat Palestina di Gaza.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aktivis Kemanusiaan Greta Thunberg, Thiago Avila dan Yasemin Akar tiba di Pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia, Ahad (6/9/2025). Kedatangan para aktivis dan relawan dari berbagai negara yang berangkat dari Spanyol disambut antusias oleh para delegasi dan warga Tunisia. Ketiga aktivis bersama ratusan relawan dari 44 negara tersebut akan melakukan pelayaran dari Tunisia menuju Gaza untuk membuka koridor kemanusiaan untuk masyarakat Palestina di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA — Aktivis kemanusian Greta Thunberg menegaskan tak ada yang merasa diri sebagai orang-orang hebat dalam upaya mengirimkan bantuan makanan, minuman, susu bayi, dan obatan-obatan untuk rakyat Palestina di Gaza yang sudah bertahun-tahun dalam pengepungan dan pembersihan etnis oleh Zionis Israel.

Greta yang dikenal juga sebagai pegiat iklim  itu menegaskan, pelayaran Global Sumud Flotilla merupakan kewajiban paling minimal yang dilakukan oleh sekumpulan manusia untuk menghentikan penderitaan yang dialami manusia-manusia lainnya.

Baca Juga

“Kami bukan pahlawan. Saya bukan pahlawan. Bukan. Kami melakukan hal yang paling minimal yang bisa kami lakukan. Yang kami lakukan hanya ketika tidak ada satupun orang yang datang untuk menyelamatkan rakyat Palestina di Gaza,” kata aktivis berusia 22 tahun itu, di Athena, Yunani, Senin (6/10/2025). Greta tiba di Yunani setelah Zionis Israel mendeportasi aktivis asal Swedia itu melalui Bandara Eilat di tanah pendudukan. Greta merupakan salah satu pemimpin pelayaran akbar Global Sumud Flotilla untuk menembus Gaza.

Misi pelayaran kemanusian itu, membawa lebih dari 300 ton bahan makanan, air minum bersih, susu bayi dan obat-obatan untuk membantu rakyat Palestina di Gaza yang mengalami kelaparan akibat pengepungan dan genosida Zionis Israel. Misi tersebut membawa serta sekitar 512 relawan dan aktivis dari 47 negara dengan total 44 kapal-kapal kemanusian. Konvoi akbar tersebut mengarungi Laut Mediterania dari Tunisia, Italia, dan Yunani untuk sampai ke daratan Gaza melalui perairan internasional. Pelayaran serempak dilakukan sejak 14 September 2025 lalu. 

Pada 1 dan 2 Oktober lalu, ketika armada-armda kemanusian Global Sumud Flotilla itu melintas di perairan internasional di radius sekitar 66 nautical miles (nm) sampai 7 nm dari bibir pantai Gaza, tentara laut Zionis Israel melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal yang berlayar untuk misi kemanusian ke Gaza itu.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Sedikitnya 20 kapal perang angkatan laut Zionis Israel mengepung, menyerang, lalu membajak satu per satu kapal-kapal Global Sumud Flotilla. Regu khusus Shayatet-13 menculik, lalu menyandera seluruh relawan dan aktivis, lalu menahan mereka ke Pelabuhan Ashod, untuk dijebloskan ke Penjara Ktziot di Gurun Negev.

Selain Greta, beberapa pemimpin pelayaran lainnya dalam misi kemanusian ini  yakni Thiago Avila yang berasal Brasil, Jasmine Acar dari Jerman, Mandla Mandela dari Afrika Selatan (Afsel), serta Mariana Mortuaga dari Portugal.

Beberapa tokoh dan aktivis terkenal dari Eropa lainnya seperti Emma Fourreau serta Rahim Hasima dari Prancis juga turut serta dalam misi kapal-kapal kemanusian itu bersama-sama Lian Cunningham dari Irlandia dan aktivis lainnya. Penyanderaan yang dilakukan Zionis Israel terhadap Greta kali ini bukan yang pertama. Pertengahan 2025, Greta pun pernah melakukan pelayaran serupa bersama misi Kapal Madleen. Dia diculik untuk disandera lalu dideportasi ke Prancis.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement